Jumat, 23 Juli 2010

Kisah Wati-Budi

diambil dari Blogs ku yang dulu (ikbal_we.blogs.friendster.com)

Ini cerita tentang dua insan, namanya Wati dan Budi. Bukan cerita tentang sepasang adik-kakak seperti dibuku pelajaran waktu kita SD dulu, tapi ini adalah kisah tentang Wati dan Budi sebagai dua insan dewasa yang berlainan jenis kelamin dan saling memiliki ketertarikan satu dengan yang lain. Yang menurut ustadz bagian dari Sunatullah.

Saling menyukai dan saling menyayangi memang sangat manusiawi. Seperti halnya Nabi Adam SAW menyukai hawa sebagai pasangan, atau nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah yang saling menyayangi. Begitu juga kisah yang populer tentang Romeo dan Juliet, rasanya tak perlu dijelaskan lagi tentang hubungan keduanya. Inipun kisah tentang laki-laki dan perempuan yang punya hasrat untuk hidup bersama, layaknya kisah-kisah yang saya ungkapkan tadi. Berikut kisahnya :

Berawal dari sikap seorang Budi yang tak biasa terhadap Wati dua tahun yang lalu. Sebagai rekan kerja, sikap Budi memang lebih kepada Wati. Dia selalu berharap untuk bisa mengantar Wati untuk pulang atau sekedar ngobrol bareng berdua. Mungkin harapannya bisa mengungkapkan perasaannya sama Wati.

Sebagai seorang yang sudah dewasa, sepertinya Wati pun menangkap sinyal hasrat lebih dari Budi, hasrat untuk menyayangi Wati yang lebih dari sekedar pertemanan. Namun entah mengapa Wati seolah tak begitu merespon sinyal itu, entah karena belum siap, sudah memiliki komitment dengan pria lain atau mungkin baginya Budi bukanlah pria Idaman”. Budi pun sadar keadaan ini, namun Budi tak pernah menyesal bahkkan Budi terus menerus melangkah mendekati Wati, dengan berbagai cara. Dia mengeluarkan seluruh “jurus” agar bisa menggaet Wati. Alhasil setelah kurang lebih dua tahun Budi Pe De Ka Te, akhirnya hati Wati pun luluh, dan tertambat pada Budi.

Bukan tanpa alasan, Wati menerima Budi karena menurut Wati, Budi adalah sosok pria yang pantang menyerah, dan memiliki keseriusan juga keberanian untuk melangkah kejenjang pernikahan, persis seperti pria idamannya. begitu besarnya kepercayaan Wati terhadap Budi membuat Wati menaruh harapan besar untuk bisa mewujudkan rumah tangga yang bahagia bersama Budi. Wati ingin menjalani hidupnya dengan “dipimpin”, dibimbing dan disayangi oleh Budi.

Hitungan waktu pun mulai berjalan, Wati mulai menunggu dan berharap Budi mulai menjalankan aksinya atau hanya sekedar mengajak Wati untuk berdiskusi membicarakan masa depan bersama. Begitulah yang Wati harapkan dari Budi. Seminggu, sebulan, hingga berjalan enam bulan hubungannya dengan Budi, Wati tidak melihat adanya keseriusan. Saat ditanya” bagaimana tentang kita bud?” Budi hanya menjawab “nggak tahulah, terserah kamu saja!”. Sekali dua kali Wati memakluminya, namun lama kelamaan dia pun merasa jenuh. Budi yang diharapkannya bisa membimbimbing hidupnya, kini seolah tidak berdaya.

Berkali-kali Wati berusaha dan berinisiatif untuk memulainya, namun tak ada tanggapan yang jelas dari Budi. Bahkan Wati rela mengunjungi Budi yang jaraknya lumayan jauh, berharap bisa bertatap muka dan berdiskusi lebih baik, tetapi ternyata tak berhasil sesuai dengan harapan. Entah kenapa Budi menjadi seperti ini??dia tak menyangka Budi akan bersikap seperti itu. Yang Wati tahu, Budi adalah sosok yang gigih seperti yang dia lihat saat Budi pe de ka te padanya dulu. Wati pun kecewa..

Ada berbagai spekulasi dari beberapa temannya tentang Budi. Berbagai teori pun bermunculan untuk memahami fenomena apa yang sedang terjadi. Seperti layaknya pakar, segala macam asumsi, fakta dan teori didiskusikan. Dari beberapa diskusi, ada beberapa spekulasi yang bermunculan, seperti berikut ini :

1. Budi mulai ragu, bukan meragukan perasaannya terhadap Wati. Namun kemungkinan dia sedikit minder atau tidak percaya diri menghadapi Wati yang sudah bekerja, sementara Budi masih kuliah dan masih berjuang untuk hidup. Bahasa vulgarnya adalah tak punya nyali !!

Tanggapan Wati :

Bagi Wati, semua keadaan tentang Budi telah dia coba fahami. Termasuk kondisi ekonominya yang mungkin membuat Budi tidak pe-de. Menurutnya, hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Wati telah siap hidup bersama dengan Budi, termasuk memahami kenyataan bahwa Budi adalah seorang mahasiswa yang belum memiliki penghasilan. Bagi Wati, gaji yang dihasilkannya dari bekerja saat ini bisa digunakan untuk hidup bersama sebelum Budi memiliki pekerjaan nanti. Wati merasa bisa mentolelir keadaan Budi, dan siap menanggung konsekwensi.

2. Budi mulai memiliki yang lain. Asumsi ini disampaikan oleh Wati yang merasa Budi telah berubah, tidak seperti saat pe-de-ka-te dulu.

Tanggapan teman-teman Wati :

Sejauh ini rasanya tidak mungkin kalau Budi memiliki prilaku seperti itu. Tidak ada fakta alat bukti yang diberikan oleh teman-temannya sebagai alat untuk ”kontra persepsi”terhadap pernyataan Wati. Tanggapan teman-temannya lebih karena teman-temannya merasa cukup mengenal Budi. ”Tidak mungkin Budi seperti itu!”.

Tanggapan teman-temannya terhadap keseluruhan :

Teman-temannya tak akan bisa menyelesaikan masalah. Semuanya harus diselesaikan oleh Budi dan Wati berdua. Harus ada i’tikad dari keduanya untuk duduk bersama dan membicarakan masalah yang sedang terjadi. Harapannya dapat segera keluar resolusi untuk kepentingan mereka berdua..apakah mau dilanjutkan atau tidak. Budi dan Wati harus mulai berani mengahadapi permasalahan secara terbuka, sehingga diharapkan ada kompromi-kompromi sebagai hasil dari negosiasi. Kalaupun tidak tercapai kompromi, paling tidak masalah menjadi clear dan jelas menentukan nasib hubungan mereka berdua, tidak berlarut-larut seperti sekarang ini!.

Lesson Learned

”Menjalani hidup perlu keberanian”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke blog ini. komentar, kritik, saran, atau apapun dipersilahkan..