Jumat, 30 Desember 2011

Selamat Tahun Baru 2012

Khutbah jumat barusan lumayan menarik untuk disimak,mungkin karena khotibnya masih muda dan ilmu-nya mantabs, sehingga penyampaiannya pun menjadi enak untuk didengar.

Kurang lebih temanya adalah terkait dengan tahun baru 2012 yang sebentar lagi (2hari lagi) menjelang. Kita temukan memang disetiap sudut kota banyak aktifitas warga yang beramai-ramai menyambut tahun baru ini. tidak salah, justru khotib sangat bijak menurut saya (padahal sebagian ulama menganggap itu haram, bukan budaya Islam dan lain-lain).

Menurutnya, momentum pergantian tahun baru ini harus diisi dengan kontemplasi, dan mengevaluasi diri. tapi sebetulnya itu biasa dilakukan banyak pihak, baik secara individu, beramai-ramai, bahkan untuk instansi sering melakukan evaluasi terhadap capaian-capaian yang telah dibuat selama tahun sebelumnya. oleh karena itu, seharusnya (menurutnya), hal ini menjadi momentum evaluasi sejauh mana tujuan hidup kita sudah sesuai tracknya.

Semua dari kita mesti memiliki visi hidup yang jelas. visi seorang muslim adalah mencapai kebahagiaan di akhirat nanti. misinya adalah memperbanyak amal sholeh..Nah dlam konteks itu, momentum ini menjadi pemicu bagi kita untuk mengevaluasi sejauh mana amal sholeh yang telah dilakukan. misalnya evaluasi bagaimana Ibadah Sholatnya? masih bolong2 nggak??. trus bagaimana baca qurannya, tambah rajin atau malah jarang sekali membaca dan mengkajinya?.

Bagi saya, nasihat tersebut sangat menyentuh. secara jujur, saya pribadi jarang sekali melakukan evaluasi hal-hal seperti yang disampaikannya. saya pribadi lebih sering mikirin hal-hal yang sifatnya lebih material. misalnya tahun 2012 nanti, saya pengen ganti mobil yang lebih bagus. atau tahun depan saya ingin memperbaiki rumah. dan lain sebagainya. padahal menurut khotib tersebut, kita harus memikirkan kualitas dan perbekalan kita di akhirat kelak, amal apa yang akan kita bawa. ingat, kualitas ibadah kita hari besok harus lebih baik dari hari ini dan kemarin!

kalaupun ada tujuan2 yang sifatnya duniawi, sebaiknya diniatkan untuk beribadah. nah, oke deh..saatnya berkontemplasi.
semoga tahun depan, hidupku menjadi lebih terarah, lebih dekat dengan Allah..dan semakin mampu memberikan manfaat dan membantu saudara2 kita yang membutuhkan. Amiin.

Selamat tahun baru,semoga tahun berikutnya menjadikan kita sukses di dunia dan menjadi bekal untuk sukses di akhirat kelak.

Jumat, 11 November 2011

Partisipasi Masyarakat dan Pelayanan Publik

Pelayanan Publik erat kaitannya dengan tugas umum pemerintah. Menurut Rasyid (2001), menyebutkan tugas umum pemerintah terdiri dari tugas pelayanan, pemberdayaan, regulasi, dan pembangunan. Pelayanan diartikan sebagai upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan public yang berkualitas. Pemberdayaan berarti bahwa salah satu tugas pemerintah harus memberikan ruang dan fasilitas kepada public untuk berdaya sesuai dengan potensinya. Regulasi diartikan sebagai fungsi pengaturan agar terjadi ketertiban dan keadilan social dan terakhir, pembangunan merupakan tugas umum pemerintah dalam melaksanakan proses pembangunan yang sesuai tujuan dan arah kebijakan Negara dalam mensejahterakan masyarakatnnya.

Namun demikian, berbagai studi menyatakan bahwa pelayanan public masih cenderung belum mampu memenuhi kemauan masyarakat, akibatnya timbul ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah. Perubahan kearah yang lebih baik tanpa melibatkan masyarakat tidak tepat jika disebutkan sebagai pembangunan, malah lebih tepat jika disebutkan sebagai mobilisasi. Dalam konteks ini peran masyarakat dalam pembangunan memiliki peran strategisnya. Artinya bahwa peran penting masyarakat dalam pembangunan berputar disekitar partisipasi.

Arti penting partisipasi
Kemajuan pelayanan public dianggap lebih rendah jika dibandingkan dengan kemajuan pelayanan yang diberikan oleh swasta. Kondisi demikian, menyebabkan reformasi dibidang ilmu administrasi yang saat ini mengunakan konsep New Public Management (NPM). NPM ini, secara sederhana adalah upaya adopsi dari prilaku-prilaku yang dianggap berhasil disektor swasta yang mampu bekerja secara efisien dan efektif. Harapannya, dengan konsep NPM, fungsi fungsi birokrasi dapat lebih efektif dalam memberikan kualitas pelayanan yang baik.

Salah satu penyebab utama buruknya kualitas pelayanan birokrasi adalah karena birokrasi cenderung monopolisitik, hampir tidak ada persaingan sama sekali. Akibatnya, kepuasan pelanggan tidak menjadi focus utama dan sebagai sumber perbaikan dalam pelayanan. Hal ini berbeda kontras dengan pelayanan sector swasta, persaingan menuntuk mereka bias lebih survive dengan mengedepankan kepuasan pelanggan. Mekanisme voicing yang disuarakan pelanggan betul-betul diperhatikan oleh kalangan swasta sebagai energy perbaikan pelayanan. Jika tidak, pelanggan akan kecewa dan berpindah kepada produk yang dikeluarkan oleh perusahaan lainnya yang mampu memberikan kepuasan pelayanan yang lebih baik.

Tentunya, kita tidak sedang menggugat praktek monopolistic itu, karena jelas apapun itu pasti berkaitan dengan tugas umum pemerintah yang sudah dibahas sebelumnya. Misalnya pembuatan KTP atau perizinan sangat berkaitan dengan kewenangan pemerintah untuk melakukan pengendalian sehingga terciptanya ketertiban umum, dan tidak berdampak negative kepada pihak lainnya. Dalam konteks ini, jelas kewenangan seperti ini tidak bias diserahkan kepada swasta. Namun demikian, sebagai bagian dari pilar Good Governance, masyarakat memiliki hak untuk diberi pelayanan yang berkualitas.

Sebenarnya buruknya system pelayanan public sudah bukan merupakan isu baru, Negara-negara Skandinavia tepatnya Swedia sejak tahun 1800an sudah menyadari betapa pentingnya posisi pelanggan dimata pemerintah pada waktu itu. Hal ini menyebabkan pemerintah menciptakan mekanisme penanganan keluhan yang disampaikan oleh masyarakat karena pelayanan yang memuaskan. Mekanisme itu yang kemudian dilembagakan menjadi Ombudsman pada tahun 1809. Kata “ombudsman” itu sendiri berasal dari bahasa Swedia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris berarti “keluhan orang”. Dalam terminologi lain, ombudsman biasa disebut ombudsperson, ombudservice, yang berarti seorang pegawai yang bertindak untuk kepentingan masyarakat. Ombudsman pada dasarnya merupakan lembaga independen yang bertugas menerima pengaduan masyarakat.

Apapun namanya, mekanisme penanganan keluhan pelanggan perlu diwujudkan bersama. Dalam posisi inilah pengarusutamaan (mainstreaming) isu ini perlu didorong oleh berbagai pihak, baik pemerintah pusat, daerah dan juga masyarakat. Di Pemerintah pusat sendiri saat ini telah memiliki lembaga Ombudsma RI. Sejauhmana efektifitas ORI ini bukan bagian dari focus tulisan ini. Yang menjadi perhatian adalah will dari pemerintah untuk menangkap keluhan masyarakat yang bisa ditransformasi sebagai kritik bahkan saran bagi pembangunan.

Sementara itu, mayoritas keluhan yang diterima oleh ORI pada tahun 2010 justru ditujukan kepada pelayanan di Pemerintah Daerah. Hal ini menunjukan bahwa keluhan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah masih rendah. Disini, mekanisme dan fasilitas penanganan keluhan perlu dibangun juga dipemerintah daerah, sehingga proses penyampaian keluhan yang disampaikan masyarakat dan juga proses penanganan keluhan tersebut dapat lebih cepat dan sederhana.

Bersambung…

Kamis, 10 November 2011

Bisnis atau Idealisme ??

Memang, antara muatan idealisme dan muatan bisnis merupakan dua hal yang berbeda jauh sama sekali. Idealisme adalah melakukan sesuatu berdasarkan dorongan jiwa berdasarkan ide-ide atau pemahaman yang baik. Tentunya bisnis, merupakan aktifitas mencari keuntungan ekonomi. Dari kedua hal itu, dapat ditafsirkan bahwa dorongan seseorang melakukan sesuatu akan hanya menghasilkan keuntungan - keuntungan ekonomi semata tanpa menghasilkan manfaat yang jauh lebih besar (mungkin) jika didasari oleh idealisme.

Namun demikian, saya berpendapat, dua kata tersebut tidak seperti air dan minyak yang tidak bisa disatukan sama sekali. Justru realitas hidup menuntut kita untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi (physically), maka dari itu perlu bisnis. Disisi lain idealisme adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan jiwa, yang sifatnya abstrak yang juga tak bisa serta merta terpenuhi oleh ekonomi. Dua kebutuhan jasmaniah dan rohaniah tersebut seyogyanya dapat berjalan beriringan tanpa saling menegasikan satu dengan yang lain.

Dalam tataran praktisnya,saat ini, idealisme untuk memberikan manfaat yang lebih besar terkadang harus tergadaikan oleh kepentingan-kepentingan ekonomi saja. yang akhirnya hanya bagus diatas kertas namun minim sekali manfaatnya bagi masyarakat dan pembangunan. mengerikan!

Dalam kata lain, kita hanya sedang bermain peran (ga ada bedanya dengan sinetron), dimana idealisme hanya sebagai bungkus untuk mewujudkan kepentingan bisnis atau ekonomi tersebut. Wajah kita seolah suci sebagai dewa penolong yang memberikan pertolongan kepada siapapun yang ingin ditolong tanpa pamrih, padahal kita tak sesuci itu yang memiliki sifat altruisme tinggi.

Saya tidak anti ekonomi, saya hanya ingin kepentingan itu tetap berjalan tetapi juga disertai dengan idealisme. Idealisme merupakan faktor dukungan utama dalam melakukan aktifitas apapun, adapun pemenuhan kepentingan ekonomi merupakan bagian yang berjalan berdampingan dengan idealisme. itu saja!

Selasa, 01 November 2011

Perizinan bukan sekedar alat Investor

Kita ingat, bahwa isu perizinan akhir-akhir ini menjadi booming baik dikalangan pemerintah maupun masyarakat dan dunia usaha. isu ini semakin menarik dikaji seiring dengan berbagai keluhan dunia usaha dan masyarakat tentang proses perizinan yang sulit, berbelit dan tidak jelas baik dari sisi prosedur dan biaya. Tentunya ini sesuai dengan pendapat dari Siagian (1996) yang dikutip oleh Sinambela dkk (2008) bahwa salah satu kebiasaan birokrasi saat ini adalah memperlambat proses penyesuaian izin dengan berbagai dalih dan alasan.

Tentunya dari sisi pertumbuhan eknonomi, perizinan merupakan pintu masuk utama investor ke suatu daerah. Oleh karenanya, Presiden melalui paket kebijakan percepatan iklim investasi yang tertuang dalam Instruksi Presiden no 3 tahun 2006, dengan tegas menyebutkan bahwa seluruh bangsa ini perlu melakukan reformasi birokrasi dibidang perizinan. hal ini pula menjadi dasar kementrian dalam negeri menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri no 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP). berbagai peraturan lain pula terus bermunculan hingga saat ini, mulai dari PP 41 tahun 2007 tentang OPD, dengan jelas memberikan slot kelembagaan PTSP tersebut. dan masih banyak lagi..

Berbagai pihak pun bekerja mendorong peningkatan kemudahan pelayanan perizinan, tiga kementrian yang saat ini menonjol dan berkontribusi besar diantaranya adalah Depdagri, BKPM dan Menpan (meskipun terkesan tak ada koordinasi diantaranya dan bekerja sendiri-sendiri). Kalangan Donor dan LSM pun melirik isu reformasi birokrasi perizinan ini menjadi suatu hal yang seksi. kolaborasi antara pemerintah dan swasta (baca: Donor dan LSM)tersebut, didukung dengan gempuran berbagai kebijakan yang terkait mendorong terjadinya reformasi tersebut secara massif di berbagai daerah di Indonesia.

Data yang penulis dapatkan dari Depdagri, perjanuari 2010 saja sudah terbangun 341 PTSP di seluruh daerah di Indonesia. hal ini sungguh mengejutkan sekaligus membuktikan bahwa kolaborasi antara birokrasi dengan swasta menghasilkan prestasi yang menggembirakan. meskipun catatan kritisnya, dari sejumlah 341 PTSP tersebut, belum smuanya menerapkan PTSP secara maksimal. masih banyak daerah yang menerapkan secara (terkesan) dipaksa oleh kebijakan pemerintah pusat.

Perizinan dan Tugas umum Pemerintah
Sesuai dengan teori kontrak sosial, bahwa negara memiliki otoritas penuh dalam hal kebijakan. Birokrasi adalah alat negara untuk mencapai tujuannya, yaitu mensejahterakan rakyatnya. menurut Riyas Rasyid (lupa bukunya apa dan tahun berapa), 3 tugas umum pemerintah adalah Tugas Pelayanan, Tugas Pemberdayaan dan Tugas Pembangunan. Berdasarkan hal itu, sangat jelas bahwa dimensi perizinan memiliki ketigas dimensi tugas tersebut.

Dari sisi Tugas Pelayanan, Jelas Perizinan merupakan otoritas pemerintah yang digunakan untuk melayani kebutuah masyarakat. dari sisi Pemberdayaan, Perizinan juga memberikan kontribusi pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat mampu tumbuh kembang dan terfasilitasi oleh instrumen kebijakan perizinan. dan terakhir dari sisi Pembangunan, Perizinan merupakan alat kendali pemerintah untuk melaksanakan pembangunan, sehingga perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada kalangan swasta tidak mengganggu program pemerintah dalam pembangunan, termasuk didalamnya penataan kota dan lingkungan.

Izin Sebagai Alat Kendali
Seperti yang telah diuraikan secara singkat diatas, Perizinan memiliki peran strategis dalam mengendalikan arah pembangunan. Perizinan adalah alat dari pengambil kebijakan (decision maker). Oleh karenanya, dapat diartikan arah pembangunan seperti apa yang akan dituju oleh suatu daerah, jelas sangat berkaitan dengan penyelenggaraan perizinan sebagai alat kendalinya.

Hal ini senada dengan pendapat Bagir Manan yang menyebutkan bahwa “Izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang” (dalam Ridwan, 2006). Pendapat tersebut menjelaskan bahwa perizinan memrupakan hak pengecualian yang diberikan pemerintah kepada pihak tertentu untuk melakukan sesuatu yang pada dasarnya dilarang. hak pengecualian ini dikarenakan pihak tertentu tersebut memenuhi persyaratkan yang diatur dalam perundang-undangan.

Dengan demikian, pemerintah dapat menolak, bahkan diwajibkan menolak apabila pemohon izin tidak memenuhi kerangka umum kebijakan daerahnya, termasuk misalnya dalam hal penataan kota/daerah.

Pertumbuhan Investasi VS Pengendalian Kota/daerah
Berbagai kebijakan yang melatarbelakangi perkembangan reformasi perizinan di banyak daerah seharusnya tidak diartikan dalam mempermudah investor saja, tetapi tak kalah penting dari itu adalah mengendalikan daerahnya sesuai dengan kebijakan pengembangan daerah tersebut, misalnya masalah lingkungan.

Kemudahan perizinan bukan berarti melakukan diskresi terhadap kebijakan yang telah diambil dalam konteks mengatasi maslaah lingkungan. justru, seharusnya daerah dapat lebih mudah mengawasi dan mengendalikan lingkungannya dengan prosedur birokrasi perizinan yang lebih simple yang dihasilkan dari proses reform yang telah dilakukan.

Salah satu isu di Bandung, misalnya kawasan bandung Utara (KBU), yang merupakan kawasan lindung sebagai daerah resapan air. kebijakan ini sudah dengan sangat jelas diatur dalam dokumen-dokumen perencanaan tata ruang wilayah. Namun kenyataanya, semakin lama daerah KBU ini justru banyak disesaki oleh aktivitas-aktivitas pembangunan Hotel, Villa dan lain sebagainya yang sangat bertentangan dengan kebijakan awal.

Dalam hal ini, dengan mudah bisa kita jelaskan bahwa problem tersebut, bersumber dari Distorsi kebijakan di Level perizinan. Seharusnya, Dokumen perencanaan tentang KBU menjadi patokan yang bersifat absolute dalam pengambilan kebijakan perizinan. Jelas apabila bertentangan dengan dokumen tersebut, perizinan yang dimohonkan seharusnya ditolak.

Betul bahwa, daerah perlu investasi, tetapi Investasi yang bagaimana yang akan ditumbuhkembangkan? apakah Investasi yang juga mempertimbangkan aspek lingkungan (baca:masyarakat luas) ataukan Investasi tanpa alasan (meskipun mengganggu hak masyarakat lain untuk hidup nyaman?) apabila Opsi kedua yang diambil, jelas tidak lama-lagi pemerintah akan menghadapi masalah lingkungan yang sangat sulit dikendalikan dan berimplikasi lintas sektoral, pasti!!.

Koreksi terhadap Kebijakan
Uraian tersebut diatas sengaja saya tuliskan, melihat penyalahgunaan perizinan yang rasanya semakin semrawut, dan lebih mengedepankan Investor daripada kepentingan umum. Hal ini pun, sekaligus sebagai bahan koreksi saya terhadap latar belakang kebijakan Inpres no 3/2006, Permendagri 24/2006 dan kebijakan-kebijakan lainnya yang lebih mengedepankan aspek Kemudahan Investasi, tanpa mengulas sedikitpun aspek pengendalian lingkungan.

Salah satu teori yang dikemukakan oleh ahli (lupa siapa dan bukunya apa)menjelaskan bahwa salah satu faktor kegagalan kebijakan adalah Kebijakan itu sendiri yang salah. Nah dalam hal ini, kebijakan pemerintah tentang PTSP tersebutlah yang salah dalam konteks tidak mencantumkan masalah pengendalian lingkungan. Akibatnya contoh kasus di bandung tadi, Pengambil kebijakan dengan mudah memberikan izin kepada investor untuk membangun villa, hotel dan lain-lain di daerah KBU meskipun konsekwensinya melanggar kebijakan yang telah dibuatnya sendiri tentang KBU tersebut.Meskipun sangat dimungkinkan faktor lainnya (dalam kasus KBU) sangat berperan, misalnya loby dan duit!

Penutup
Sebagai Penutup, Penulis berharap, pemerintah maupun pihak-pihak yang berkepentingan perlu segera mengevaluasi kebijakan ini. Sejauhmana penarikan Investor dapat selaras dengan kepentingan masyarakat umum. Sehingga pertumbuhan iklim investasi yang bermanfaat secara multiplier juga dapat selaras dengan kesejahteraan masyarakat dalam konteks yang lebih luas, tentunya!

Senin, 31 Oktober 2011

EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH NO 1 TAHUN 2007 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG

Konteks
Esensi pembangunan adalah keseluruhan aktivitas yang berjalan simultan, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi guna mencapai tujuan ke arah perubahan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Seluruh aktivitas tersebut didukung oleh kebijakan pembangunan, sehingga menjadi pedoman yang representatif dalam meningkatkan nilai tambah dalam upaya pencapaian perubahan tersebut. Dalam prosesnya, kebijakan pembangunan perlu senantiasa melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi sehingga arah kebijakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena hakikatnya pembangunan adalah upaya dalam mencapai kesejahteraan masyarakat

Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Senada dengan itu, Chambers (2002) dalam Mikkelsen(2005), menyatakan bahwa Peran serta masyarakat dalam pembangunan saat ini sangat berguna karena diharapkan pembangunan tidak hanya oleh pemerintah saja namun masyarat sebagai penggunapun diharapkan mampu berperan serta aktif, seperti bentuk semu, praktik kerjasama dan proses pemberdayaan.

Salah satu aspek yang penting dalam pembangunan adalah penganggaran. Baik ditingkat pusat maupun daerah, kebijakan anggaran merupakan bentuk akhir dari kebijakan pembangunan. Oleh karena itu idealnya anggaran pembangunan selalu berbanding lurus dengan kebijakan pembangunan itu sendiri.

Proses penganggaran saat ini pada hakikatnya telah mengadopsi model top-down, baik di pusat maupun daerah. Khususnya di Daerah, keterlibatan masyarakat dalam proses anggaran menjadi bagian yang penting untuk menciptakan sinergi antara kebijakan pembangunan daerah yang diwujudkan melalui anggaran (APBD) dengan kebutuhan nyata yang dihadapi masyarakat.

Paradigma Otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan anggaran (Sopanah, 2004). Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam anggaran adalah proses penyusunan anggaran daerah melalui Musyawarah Pembangunan Daerah.

Masalah Umum Perencanaan dan Penganggaran
Secara khusus, partisipasi masyarakat dalam musrembang telah diatur dalam Undang-undang nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang secara teknis pelaksanaannya diatur melalui SEB Meneg Bappenas dan Mendagri tentang Petunjuk Teknis penyelenggaraan Musrembang yang diterbitkan setiap tahun. Musrembang berfungsi sebagai forum untuk menghasilkan kesepakatan antar pelaku pembangunan yang menitik beratkan pada pembahasan untuk sinkronisasi rencana kegiatan antar Pemerintah dan Masyarakat dalam mencapai tujuan pembangunan daerah.

Fakta di lapangan berdasarkan pengamatan penulis, partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan masih sangat kecil. Hal ini dianggap sebagai akibat dari apatisme masyarakat terhadap pelaksanaan musrembang itu sendiri. musrembang masih dianggap sebagai acara rutin tahunan yang lebih bersifat formalitas, karena Musrembang baik di tingkat desa ataupun kecamatan hanya berfungsi sebagai forum untuk melakukan pengusulan program/kegiatan semata, sementara dalam proses selanjutnya seringkali program kegiatan yang menjadi usulan masyarakat hilang, digantikan dengan program /kegiatan (SKPD) atau program/kegiatan legislatif yang bersifat teknokratis, politis dan Top-Down.

Memang benar, Pemerintah Kabupaten telah melibatkan masyarakat desa melalui forum Musrenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa) yang selanjutnya akan dirumuskan kembali melalui Musrenbang Kecamatan. Akan tetapi hal tersebut hanya sebatas “formalitas” atau sebagai alat legitimasi suatu perencanaan yang melibatkan rakyat. Karena pada umumnya, setelah masuk ke Pemerintah Kabupaten ( Dinas/Satker), aspirasi masyarakat seringkali dipangkas. Bahkan sering diganti dengan proyek hasil perselingkuhan antara anggota DPRD tertentu dengan dengan pihak eksekutif. Akibatnya isi APBD pun lebih banyak kepentingan penguasa daripada kepentingan rakyatnya. Sehingga, meskipun programnya baik tetapi sering tidak ketemu dengan asas manfaat karena tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga sering kita jumpai masyarakat kurang peduli dalam mendukung program ini maupun memeliharanya.

Berdasarkan pengalaman penulis, masyarakat selalu mengeluhkan tentang usulan mereka yang jarang sekali terealisasi dalam APBD, bahkan ada usulan yang setiap tahun mereka usulkan juga tidak kunjung terealisasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Bappeda yang seringkali menerima keluhan dari masyarakat tentang usulan mereka yang tidak pernah terealisasi dalam APBD.

Hal tersebut menunjukkan bahwa penyertaan masyarakat hanya sebatas difungsikan sebagai peredaman dan sama sekali belum nampak usulan dari masyarakat bawah secara substantif. Media peredaman ini nampak sekali saat pada berlangsungnya Musrenbangdes dimana minimnya kepentingan dan kebutuhan rakyat menjadi referensi pembuatan program kerja, karena forum tersebut hanya sebatas media sosialisasi rancangan program pembangunan yang akan dilakukan oleh SKPD, bukan forum musyawarah yang sesungguhnya.

PIK, FDM dan Nota Kesepahaman; Sebagai Suatu Terobosan
Belajar dari pengalaman tersebut, Pemerintah kabupaten sumedang melakukan antisipasi dengan menetapkan Perda no 1 tahun 2007 tentang prosedur perencanaan dan penganggaran daerah di kabupaten Sumedang. Secara substansi Perda ini diharapkan dapat mengurangi permasalahan keterserapan aspirasi sebagai akibat dari kepentingan politik di DPRD.

Salah satu hal yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah munculnya nota kesepakatan tentang Pagu Indikatif Kecamatan (PIK) antara DPRD dan Bupati sebagai pimpinan Eksekutif. Dasar dari lahirnya poin ini menurut salah satu Inisiator Perda tersebut adalah karena diyakini bahwa ketidak-terserapan usulan merupakan akibat dari tidak ada komitmen politik antara eksekutif dan Legislatif terhadap alokasi anggaran yang dimasukan dalam APBD, sehingga penganggaran menjadi semena-mena, disesuaikan dengan kepentingannya masing-masing. Proses politik inilah yang menjadi hambatan. Oleh karena itu, Perda tersebut ingin memberikan jaminan bahwa alokasi anggaran bagi tiap institusi akan diadopsi dalam APBD melalui nota kesepakatan tentang pagu indikatif antara eksekutif dan legislative tersebut.

Inovasi lainnya yang tercantum dalam Perda tersebut adalah lahirnya Forum Delegasi Musrembang (FDM) yang merupakan wadah musyawarah para Delegasi Masyarakat Wilayah Kecamatan yang dibentuk paska penyelenggaraan Musrenbang Kabupaten. FDM berfungsi sebagai media pengawasan masyarakat terhadap proses penyusunan APBD serta implementasi APBD. Dalam kaitannya dengan usulan penganggaran, FDM berfungsi untuk menjamin bahwa setiap usulan hasil musrembang dapat diakomodasi dalam APBD.

Celah-celah kecil: sebuah Indikasi!
Namun, dalam prakteknya penyerapan aspirasi tersebut tidak serta merta berjalan mulus, dari wawancara yang dilakukan penulis dengan Nandang Suherman (CSO Lokal) yang juga sebagai salah satu inisiator Perda tersebut, menyebutkan bahwa masih ada beberapa masalah, salah satunya adalah masih adanya ketidak terserapan usulan program hasil musrembang dalam APBD.

Bahkan Rahmat Juliadi selaku ketua komisi C DPRD Kabupaten Sumedang pernah mengindikasikan kelemahan tersebut, yang diberitakan oleh Koran Sumedang tanggal 6 januari 2010, sebagai berikut : “Sehingga, Perda No.1 tahun 2007 ini menjadi perda yang aspiratif, namun memang dari tataran aplikatifnya selama ini masih perlu dievaluasi,”. Senada dengan itu Nandang Suherman kembali menyatakan dalam Koran dan tanggal yang sama, sebagai berikut : “secara substantif Perda ini sudah bagus, tinggal implementasinya yang harus ditingkatkan”

Masalah lainnya adalah usulan kegiatan yang didanai PIK saat ini masih mendahulukan kepentingan desa-desa, bukan lagi kepentingan kewilayahan kecamatan yang sebetulnya menjadi desain PIK ini. Hal ini diungkapkan juga oleh Herman Suryatman, Kabid Pemsos Bappeda kabupaten Sumedang yang dimuat dalam Koran Sumedang, tanggal 6 Juli 2009, sebagai berikut :
“Perencanaan merupakan langkah awal dalam manajemen pemerintahan. Sehingga, dengan melihat hasil musrenbang tahun 2009 kemarin, khususnya kegiatan yang didanai PIK, belum membidik kepada kepentingan skup Kecamatan, tetapi masih ego kepentingan desa. Sehingga, tahun 2010 nanti tidak ada kompromi lagi, PIK itu harus berdasarkan kepentingan skup Kecamatan dan membidik RPJMD Kabupaten. Agar pembangunan mengarah ke kemajuan, tidak jalan di tempat”

Lebih lanjut lagi, Maman Koswara selaku Koordinator FDM yang diberitakan oleh Koran Sumedang tanggal 12 september 2011 menyatakan bahwa PIK tahun 2012 yang termuat dalam KUA-PPAS tidak sesuai dengan PIK yang terdokumentasikan dalam RKPD sebagai hasil musrembang tahun 2011. Menurutnya :
“jika sampai terjadi kembali rasionalisasi terhadap PIK, maka hal tersebut akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap proses musrenbang yang akan datang. Selain itu terjadinya rasionalisasi menjadi beban tersendiri bagi FDM, selaku media pengawalan terhadap hasil kesepakatan dalam musrenbang”

“FDM, akan segera mempertanyakan kepada TAPD, terkait telah terjadinya rasionalisasi PIK pada rancangan KUA-PPAS tersebut, karena FDM tidak pernah dilibatkan sejak penyusunan RKPD. Padahal berdasarkan Perda No. 1/2007 tentang Sistem Prosedur Perencanaan Daerah Kabupaten Sumedang, FDM dilibatkan sejak penyusunan APBD hingga Implementasinya”

Hak Masyarakat
Apabila mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Nomor Tahun 2004 yang mengatur pengelolaan keuangan Negara dan daerah, Undang- undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 tentang perencanaan dan penganggaran di daerah, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Kemudian Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 4 yang kemudian diganti Permendagri 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Dari uraian diatas, masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD. Artinya mempunyai peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar, menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk merumuskan program-program yang mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya bersumber dari uang rakyat. Karenanya, kepentingan rakyat haruslah menjadi prioritas utama dalam penganggarannya dan tentunya bukan untuk kepentingan elit. Dengan demikian maka pembangunan sebagai continuously process akan dapat berjalan dengan baik serta manfaat pembangunan betul-betul dapat dirasakan masyarakat, jika proses dan hasil-hasil Musrenbang dilakukan secara benar dan direalisasikan dengan benar pula dalam APBD.

Ada beberapa alasan rakyat berhak terlibat dan mendapatkan porsi alokasi anggaran yang rasional dan proposional dari APBD yaitu :
1. Rakyat merupakan penyumbang utama sumber penerimaan dalam APBD melalui pajak dan Retribusi, bahkan sumber penerimaan yang berasal dari hutang pun, kebutuhan rakyat jualah yang dipresentasikan pada pihak ketiga.
2. Sesuai hakekat dan fungsi Anggaran, rakyat merupakan tujuan utama yang akan disejahterakan.
3. Amanah Konstitusi pasal 23 UUD 1945, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Hal ini diperkuat dengan Undang-undang Keuangan Negara dan Permendagri

Berdasarkan hal tersebut, mungkin kita perlu mengkaji kembali efektifitas reform dibidang perencanaan dan penganggaran di kabupaten Sumedang. Betul, kita sepakat bahwa reform di sumedang merupakan bentuk terobosan baru yang layak untuk dicermati. Namun jika masih ada kelemahan yang diindikasikan oleh beberapa narasumber yang saya sebutkan diatas, maka kita harus segera mencari tahu faktualnya untuk kemudia dicarikan solusinya. Go...!

Kecerobohan yang berdampak di pagi ini..

Namanya juga kecerobohan, pasti berdampak terhadap sesuatu. biasanya kecerobohan akibat dari kekurang hati-hatian, sehingga apapun hasil dari kecorobohan itu pada dasarnya konsekwensidari kekurang hati-hatian.

ada rasa kesel pagi ini, ketika membuka tas, berniat mengeluarkan laptop yang artinya juga bersiap-siap untuk memulai hari dengan bekerja. tapi ternyata..laptopku basah!!:(. ah awalnya kupikir ini akibat dari tasku yang mungkin belum kering dijemur setelah sebelumnya dicuci si Emak. eh..setelah dilihat lagi didalam tas waterproof ku itu terdapat genangan air, yang merendam charger laptop, mouse, charger HP, Hardisk External dan BalckBerry hadiah dari istriku tercita.

kesel dan marah sama diri sendiri,,kecerobohan yang sebetulnya tidak perlu terjadi. Gara-gara botol air mineral yang ku masukan kedalam tas backpack, sementara tutupnya tidak terkunci dengan baik. inilah sumber masalahnya, akhirnya aku harus tanggung akibatnya.

sekarang, tinggal deg-deg-an menunggu ujicoba barang-barang elektroniku itu yang masih basah kuyup. semoga tak terjadi kerusakan yang berarti. (berharap :mode :ON)

Ah ini kesalahan dan kecerobohan yang tak perlu terjadi lagi!!

Jumat, 28 Oktober 2011

tentang Public Financial Management dan Wakil Menteri

Ketika UTS kemarin, salah satu pertanyaan yang muncul pada matakuliah "public financial management". Bagaimana pendapat anda tentang reshufle kabinet jilid dua kemarin??

hueeeek pertanyaan apapula ini??ga jelas begini pertanyaannya,. trus apa hubungannya matakuliah ini dengan pertanyaan tersebut??euleuh euleuh..setelah lama..ternyata tiba-tiba kepikiran menyambungkan ekses dari reshufle tersebut terhadap keuangan negara.

kurang lebih jawabanku begini:

Jika ditinjau dari sisi politik, jelas bahwa reshufle kabinet merupakan hak preogratif presiden, terlepas dari pertimbangannya apakah demi kemajuan bangsa ataupun demi pembagian "kue-kue" kekuasaan yang disesuaikan dengan dinamika politik yang sedang terjadi. Kita tahu bersama, bahwa pemilu 2014, jika ditinjau dari mainstream politisi kebanyakan tergolong sebentar lagi. oleh karenanya para politisi sibuk menanamkan fondasi-fondasi politik dan bercocok tanam suara dimana-mana, termasuk melalui politik pencitraan.

Hal ini juga yang mungkin dilakukan oleh SBY, sebagai incumbent. meskipun SBY tidak lagi diperbolehkan untuk maju menjadi presiden (karena sudah 2 periode), tetapi SBY sebagai ketua pembina partai demokrat akan ikut bertanggungjawab dalam memberikan kesempatan kadernya untuk juga memimpin republik ini. Nah dalam konteks inilah reshufle mendapatkan posisi strategisnya.

Pepatah mengatakan " tidak ada yang gratis didunia ini", begitupula jabatan mentri atau setingkatnya menjadi bagian yang tidak gratis. Pembayaran jabatan mentri atau setingkatnya tidak dibaca sebagai uang an-sich, tetapi proses "deal" apapun merupakan bagian dari proses tawar menawar politik. Itulah mungkin enaknya sebagai pemegang kekuasaan. apakah reshufle kabinet akan berdampak pada percepatan pembangunan?? ah itu kan cerita lain lagi.

Nah, jika disambungkan dengan public financial management, tentunya reshufle kali ini akan berdampak pada pengeluaran negara. Kita tahu, bahwa reshufle kali ini, ada yang berbeda dari biasanya, dimana terdapat jabatan wakil menteri yang diangkat oleh presiden. demi hasratnya tersebut, SBY mengubah Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara denganPeraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 yang diteken pada 13 Oktober lalu.

Hal yang paling substansial dari Perpres lama tersebut berada dalam dalam Pasal 70 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 disebutkan, pejabat karier adalah pegawai negeri yang telah menduduki jabatan struktural eselon I-A. Nah di Perpres baru, ketentuan ini di ubah..sehingga orang-orang semacam Deni Indrayana yang bukan berasal dari birokrat, bisa masuk menjabat wakil menteri.

Kembali lagi ke publik financial management (dah terlalu ngawur nih). Jelas penambahan wakil menteri di Kabinet membebani anggaran. Bagaimana tidak, secara sederhana, logika kita bilang bahwa orang yang menduduki jabatan wakil menteri itu harus dibayar (digaji). Padahal sebelumnya ga ada tuh yang namanya gaji wakil menteri. Nah sekarang, gaji itu mesti ada sebagai konsekwensi penambahan struktur dalam kementrian saat ini. Bagaimana tidak membebani anggaran??

Lebih aneh lagi kalau orang kementrian keuangan, yang notabene ahli keuangan bilang bahwa penambahan posisi wakil menteri tidak membebani anggaran. Salah satu yang bilang kayak gitu adalah "KangJeng Tuan Putri nyi" Anny Ratnawaty (wakil Menteri Keuangan)..huh dasar..logika yang dia pake gini katanya: baik kementerian ataupun lembaga tiap tahunnya pasti terdapat anggaran sisa, Anggaran sisa tersebut, nantinya akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan anggaran bagi para wakil menteri baru. Sakit ga tuh orang ini?? saya yakin dia tidak bodoh, tetapi sedang berupaya mereka kata-kata..dikiranya kita bisa dibodohi :)

Terlepas dari uang itu sisa atau bukan, uang sisa atau yang lebih dikenal dengan SILPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) adalah duit yang harus kembali ke negara, diolah lagi oleh negara melalui siklus perencanaan anggaran. SILPA ini buka anggaran yang tidak jelas kepemilikannya, atau uang yang nganggur terus bingung mau diapain. Jelas, anggaran sisa yang dia maksud sebetulnya bisa digunakan untuk membiayai kepentingan publik. Ingat, anggaran sisa, adalah anggaran negara, berarti juga anggaran milik publik.

Saya tidak ingin memperdebatkan apakah penambahan wakil menteri ini akan memberikan manfaat untuk publik atau tidak. Sudahlah itu mah urusan Si BoYo saja!. Yang ingin saya luruskan bahwa anggaran apapun yang digunakan untuk gaji menteri pasti menggunakan anggaran negara, terlepas dari sisa atau bukan.

Kita jangan mau dibodohi oleh para pejabat yang suka memelintir atau membodohi rakyat. Yang saya inginkan adalah mereka jujur, bahwa jelas uang negara akan digunakan untuk gaji mereka. Jujur saja, apalagi kalau seandainya mereka mampu membandingkan antara pengeluaran negara untuk gaji mereka dengan keuntungan negara/rakyat yang jauh lebih besar karena mempekerjakan mereka sebagai wakil menteri. Tampaknya lebih elok dan elegan, itu saja!


Kamis, 13 Oktober 2011

Tentang Kuliah : " membuat bubur menjadi enak"

Kalo mengingat kuliah, ah rasanya semuanya hanya sia-sia..membuang energi, biaya dan juga waktu yang luar biasa. Tidak berarti bahwa saya tidak suka menuntut ilmu, justru itu, pilihanku untuk kuliah lagi dengan segala pengorbanannya, adalah karena punya keinginan untuk nambah pinter..ter..biar ga bodoh atau dibodohin orang yang lebih pinter tapi berwatak jahat..(serius banget!)

Kebayang hari jumat dan sabtu, saya harus menyempatkan untuk kuliah..ya niatnya untuk nambah ilmu. artinya juga bahwa hari sabtu, saya ga bisa ketemu dengan keluarga tercinta. wajarlah kalo senin-jumat ga bisa ketemu karena hari kerja (maklum nuju buburuh dibandung, sementara keluarga ada di Bogor). dah jelaslah kalo masalah biayamah, tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan setiap semesternya. ditambah lagi dengan tugas-tugas yang numpuk (maklum kerjaan dosen kan ngasih tugas ke mahasiswanya), tugas urusan kantor aja numpuk, apalagi ditambah tugas kuliah..ahhhh begitulah pengorbanan.

Tapi ternyata, setelah hampir 1,5 tahun kuliah..ga tahu ilmu apa yang sudah saya kuasai. hanya teori-teori yang mungkin cukup dengan baca buku saja tanpa harus kuliah..(wewww). atau setidaknya pandangan-pandangan dosen terhadap teori itu yang justru akan menarik, bukan sekedar menyampaikan teori tersebut tanpa mengulasnya dengan metode yang canggih. Ingin rasanya ketika mengikuti kuliah, saya merasa excited atau bahkan tercengang dan terkagum-kagum dengan tema yang sedang disampaikan. tetapi ternyata, Tidak terjadi!!

Ada yang bilang, "pinternamah engke lamun geus lulus, lain ayeuna". yaaa semoga saja. tapi justru saya kepingin pinter mulai dari sekarang, bukan nanti. sekarang pinter sampai nanti..gitu harapannya, makanya ikut kuliah sekarang!

Tapi apalah mau dikata, kata Orang " nasi sudah jadi bubur, saatnya bagaimana membuat bubur tersebut menjadi enak untuk dimakan". akhirnya pilihanku cuma satu, ya menjalani kuliah ini (meskipun berat rasanya) hingga lulus dan punya gelar (meskipun mungkin hanya sekedar gelar saja yang didapat). terlalu banyak pengorbanan memang, dan justru itu saya harus menyelesaikannya secepat mungkin.

Thesis
Tiga gilirannya masalah Thesis. Tanpa diduga hampir semua temen2 kampusku saat ini sudah menyiapkan usulan penelitian untuk thesis mereka. waaaawwww mencengangkan..begitu cepatnya mereka mampu menyelesaikannya. sementara saya??saya masih berjibaku dengan urusan kantor yang kian padat dan repot.

Sedikit-sedikit memang ku kerjakan juga UP itu..tapi sejujurnya selain karena malas (bukan alasan utama), masalah terbesarku adalah ya tugas-tugas kantor itu. tapi ya susahlah..sekarang fokus..fokusssssssssss...!!!! harus diusahakan bagaimana membuat bubur itu jadi enak!!

Insyaallah besok mulai bimbingan UP.. saya sangat sadar masih banyak kekurangannya di rancangan UP yang telah kususun itu, tapi ga apalah, yang penting bimbingan dulu. semoga dengan begitu termotivasi dengan koreksi-koreksi atau saran-saran dari dosen pembimbingku.

Selasa, 11 Oktober 2011

Jakarta again..and again

Beberapa bulan terakhir, sepertinya jakarta adalah daerah yang paling sering didatengi. hampir tiap minggu, tiba-tiba bos bilang: "ikbal, besok ke jakarta ya...!" atau "ikbal ada undangan meeting di jakarta" atau bahkan hanya dengan menyampaikan undangan dari pihak lain yang tak bisa kutolak untuk menghadirinya.

Tidak bermaksud ngeluh tentunya, hanya sekedar pengen nulis aja. hari inipun aku mesti ke jakarta bersama 2 orang temanku yang lain. hmmm...sebetulny ada rasa males untuk ke jakarta kali ini..karena kami memprediksi suasana pertemuan yang mulai membuat kami jenuh.; itu lagi..itu lagi. memang kalo dipikir lagi, pertemuan itu adalah bagian dari kewajiban kami yang harus diselesaikan. tapi ntahlah kapankan ini akan berakhir??

Pengen banget rasanya tidak membahas urusan "itu" lagi. tapi disisi lain kami pun tahu bahwa pembahasan masalah tersebut tak akan pernah selesai sebelum urusannya tuntas. membayangkan 1 pekerjaan besar lagi dalam urusan yang sama beberapa minggu kedepan. mesti pergi ke luar pulau juga untuk menyelesaikannya. Ditambah pekerjaan pasca kepulangan dari lapangan, yang sepertinya ga akan jauh beda dari kondisi saat ini.

Kata orang bijak, hidup harus dinikmati!. Oow...i see..oke deh..dinikmati aja. plus berharap Allah senantiasa memberikan kemudahan dalam segala urusan ini.

tet tet..tet..waahh..klakson dah berbunyi..tanda pak Udin (sopir) dah siap mengantar ke Jakarta. oke deh..siapppp berangkaaaaaat!!

Rabu, 03 Agustus 2011

Menggapai Kemandirian dan Memandirikan Orang Lain..

Menggapai kemandirian dan memandirikan orang lain..Impenanku..(meminjam tagline blog istri)...iya memang sejak lama sekali kami punya cita2 untuk mencapai kemandirian yang bertujuan untuk mencapai derajat sebagai manusia yang berdaulat baik dari segi materil, politik dan budaya tentunya. Selain itu juga untuk memberdayakan sesama, sehingga mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Kadang Dependensi atau kebergantungan merupakan penyakit parah yang merusak kemerdekaan kita. Dalam konteks bekerja pun segalanya diatur,,dan dalam hal ini saya tidak keberatan asalkan berlandaskan hubungan kemitraan. jadi aturan yang dibangun merupakan aturan yang mengikuti prinsip2 keadilan, yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Istilah Bos dengan Anakbuah, tentunya akan tetap ada, karena merupakan bagian dari hukum alam yang tak mungkin hilang. Namun keberadaan istilah tersebut hanya menerangkan tatus hubungan kerja saja, tetapi tidak berpengaruh terhadap hubungan kerjanya itu sendiri. perbedaan yang paling mendasar dari kedua istilah itu hanyalah tugas dan fungsinya saja. everything based on Rule!!

Namun kenyataannya, kekuasaan seringkali dimanfaatkan oleh pihak2 yang berkuasa untuk berlaku sewenang-wenang. kekuasaan menjadi alat bagi Bos untuk menindas dan mendzolimi anak buahnya. Disisi lain anak buahpun tak punya daya tawar lebih, selain mengikuti setiap kebijakan dzolim dari sang Bos..karena jika tidak, tentunya status"non Job" akan segera disandangnya.

Inilah sumber masalahnya. Karyawan tidak punya daya tawar, karena sadar seolah-olah "hidup matinya kini bergantung pada Bos, bukan lagi pada Tuhan". Disisi lain, bos memiliki kekuasaan melebihi batas-batas hak asasi karyawan. ketidaksetaraan adalah masalahnya.

Mungkin itulah penyebabnya, sejarah menggoreskan tintanya bahwa pemerintah semestinya melakukan intervensi. Haram hukumnya bagi pemerintah untuk tinggal diam, melihat ketidak adilan warganya yang ditindas oleh warga lainnya, meskipun konteksnya hubungan bisnis. Tugas pemerintah mensejahterakan seluruh anak bangsa, bukan sekelompok saja.

Pada dasarnya, mungkin pemerintah ini sudah melakukan pengaturan, salah satunya UU ketenagakerjaan. Hanya saja sayang sekali implementasi dari berbagai peraturan tersebut tidak semulus ide-ide yang dituangkan dalam peraturan-peraturan tersebut. masih banyak ruang yang tidak bisa dimasuki oleh peraturan tersebut, misalnya sektor privat formal yang berbadan usaha, namun secara de facto, kepemilikannya berada pada perorangan atau keluarga. maka aturan yang digunakanpun seenaknya pemilik. Masalah neraca, pajak, THR dll mah hanya diatas kertas, yang sangat dengan mudah untuk dimanipulasi. Apakah pemerintah tidak tahu realitas yang seperti itu??atau mungkin pura2 tidak tahu?

Akibatnya, -seperti yang telah dikemukakan diatas- karyawan betul2 hanya merupakan mesin-mesin produksi yang bebas diperlakukan pemiliknya. Pemilik boleh mempekerjakan 24 jam non stop tanpa perawatan yang berarti. Karyawan model begini, bagi saya tidak lagi pantas menyandang status karyawan, lebih condong berstatus "babu" atau PRT di sektor informal. kesetiaan babu hanya terletak pada majikan, sementara kesetiaan karyawan terletak pada institusi dan profesionalismenya.

Saatnya kita, saya dan kita semua mewudujkan kemandirian, bukan hanya untuk kita sendiri, tetapi juga untuk sesama..berdayalah, maka kita sejahtera bersama!

Senin, 01 Agustus 2011

Sekoci menuju Istana

Kapal ini tampaknya mulai oleng ke kiri-kekanan..
Mesinnya seolah mati, mungkin bahan bakarnya habis,
Ikan-ikan yang terkumpul kini tak lagi laku dijual,,,
meskipun besar, mana ada tengkulak yang mau menampung di tengah lautan begini?

butuh sekoci yang mampu menampung bobot tubuhku, biar ga tenggelam, biar enjoy, meskipun masih ditengah lautan.
apalagi bobot tubuhku menambah beban kapal ini..
nakhoda kapal ini pun sepertinya akan senang, karena kapal olengnya kini tlah berkurang bebannya

Sekoci ku, Tujuannya cuma satu, Menepi ke bibir pantai..
kemudian berjemur..menikmati desiran angin tanpa perlu curiga bahwa itu adalah badai
menyalakan api unggun yang berbahan bakar daun-daun kelapa yang telah kering
menindihkan ikan sebesar telapak tangan diatas bara..hingga harum tak terkira

Dari situ kubangun istana, dengan energi yang ada..
para nelayan, atau bahkan teman yang juga tersesat dipersilahkan masuk kedalamnya..
tak perlu ragu..ini adalah istana kita!

Mencicipi Keringat Sendiri

Pagi yang cerah..
tetapi suasana langit ini tak secerah matahari yang bersinar hangat.
matahari itu jelas tak lagi mampu menghangatkan kalbu-kalbu yang dingin karena kekecewaan.

Rasanya wajar kalo kecewa, karena harapan tak sesuai kenyataan..begitu juga wajar kalo berharap, karena harapan hanya sekedar asap yang diakibatkan oleh api.

Asap adalah "harapan" kita.., yang ada, tapi tak tergenggam
Api adalah "janji" mereka untuk menghangatkan kita
Tak ada asap jika tidak ada api.
ada baiknya, api tak menghasilkan asap..karena asap hanya mengotori dinding dapur saja!

Rasanya, bukan hal yang aneh juga jika ingin mencicipi manisnya keringat sendiri kan? dengan cara yang sah tentunya!

Kamis, 14 Juli 2011

Komitmen; sebagai kunci utama reformasi birokrasi

Tanggal 13 Juli 2011 kemarin, saya hadir di kabupaten Maros, Sulawesi Utara memenuhi undangan LSM PINUS Sulsel sebagai fasilitator workhsop reformasi pengadaan barang/jasa (PBJ) Kabupaten Maros. Undangan tersebut saya penuhi mengingat isu PBJ merupakan salah satu isu yang menjadi ketertarikan saya selain isu-isu lainnya. Disisi lain PINUS merupakan salah satu local partnernya The Asian Foundation, yang salah satu PO nya adalah teman baik saya. alasan-alasan itulan yang menyebabkan saya sulit menolak undangan tersebut, meskipun jauh dari Bandung, tetap saya penuhi.

Isu PBJ merupakan salah satu isu yang menarik untuk dicermati, karena hampir 30-40 % APBD/APBN adalah belanja modal yang dilakukan melalui proses PBJ. sementara itu tingkat kebocoran anggaran dalam proses ini tergolong sangat tinggi. menurut KPK 77% kasus korupsi yang ditangani KPK berasal dari proses PBJ yang tidak baik. makanya pantas Prof DR Soemitro joyohadikusumo dulu pernah menyatakan bahwa kebocoran anggaran mayoritas akibat dari korupsi di PBJ.

Sebagai akibat dari proses PBJ yang penuh dengan praktek korupsi tersebut adalah kualitas barang/jasa yang dihasilkan sangat rendah. sebagai ilustrasi secara kasat mata, saat ini banyak sekali jalan yang tidak berumur lama, baru satu atau dua tahun kemudian rusak, yang disinyalir akibat dari pengerjaan oleh kontraktor yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Berbagai upaya untuk mengatasi hal semacam itu telah ditempuh baik oleh pemerintah pusat dengan perbaikan regulasinya yang memperketat praktik korupsi tersebut, begitupun beberapa daerah melakukan berbagai inovasi untuk mencoba menutup rapat-rapat pintu korupsi. salah satu daerah tersebut adalah kabupaten Luwu Utara.

Dalam workshop tersebut, secara sengaja kabupaten Luwu Utara di undang juga oleh PINUS untuk memberikan paparan pengalaman sebagai daerah yang dianggap sebagai best practices di Sulawesi Selatan. Dalam kesempatan ini, Pemkab Luwu Utara diwakili oleh Bpk Nirwan, Sekretaris LPSE Luwu Utara.

Pembelajaran; mensiasati keterbatasan
Dalam presentasinya, pak Nirwan menyampaikan, ide awal reformasi PBJ muncul sebagai akibat dari praktek korupsi dimana-mana, sebagai bentuk kolaborasi korup yang massif antara pemerintah dengan pelaku usaha. akibatnya pembangunan seolah berjalan stagnan, dan tidak sempat ternikmati oleh masyarakat sebagaimana mestinya. hal ini dilihat dengan jelas oleh Bupati Luwu Utara yang pada waktu itu baru saja terpilih melalui pemilu kada. Bupati berkeinginan kuat untuk membereskan masalah di sektor PBJ, meskipun resikonya dia akan ditinggalkan oleh kerabat atau teman dekatnya yang selama ini notabene melakukan praktik kotor tersebut.

Akhirnya pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-proc) dianggap sebagai salah satu solusinya. Kebetulan pada waktu itu, Kota Surabaya merupakan daerah yang mempelopori layanan e-proc dengan sistem yang dibuat secara mandiri, dengan dasar itulah Bupati melakukan kerjasama dengan Pemkot Surabaya untuk mereplikasi e-proc di Kabupaten Luwu Utara. beberapa aparat Luwu Utara di latih dan di magangkan di pemkot Surabaya, dan juga Instruktur dari Surabaya pun melakukan asistensi langsung kepada pihak Kabupaten luwu utara. Akhirnya sistem e-proc surabaya pun berhasil di Install di Pemkab Luwu Utara.

Namun, meskipun sudah memiliki sistem e-proc, tidak serta merta layanan tersebut dapat digunakan di kabupaten Luwu utara karena ada permasalahan sarana prasarana yang menjadi kendalanya. Pemkab Luwu Utara menyadari bahwa di wilayahnya belum ada layanan internet, akibatnya masyarakatpun tidak familiar dengan internet yang menjadi basic layanan e-proc tersebut. akhirnya dengan komitemn yang kuat, Bupati Luwu Utara setahun kemudian membangun Tower-tower di Setiap Kecamatan dengan bekerjasama dengan salah satu vendor swasta nasional.

Dengan terbangunnya Tower-tower tersebut, layanan internetpun dapat dinikmati oleh masyarakat, dengan demikian layanan e-proc pun mulai difungsikan. Sebelumnya pihak pemkab Luwu Utarapun melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada para penyedia jasa yang ada di wilayahnya, sebagai salah satu wujud perhatian agar para pelaku tender di wilayahnya tetap mampu bersaing dengan pelaku yang datang dari luar sebagai konsekwensi dari penggunaan e-proc yang memungkinkan pelaku usaha luar dapat mengakses dan ikut tender di wilayahnya.

keterbatasan lain yang dihadapi adalah layanan Listrik yang seringkali padam. mensiasati kondisi ini, server e-proc pun kemudian menggunakan UPS yang dimodifikasi dengan 6 Aki mobil. modifikasi ini mampu mengatasi permasalahan pemadaman listrik, hingga waktu yang relatif lama. sehingga server tetap menyala meskipun listrik padam.

pada prinsipnya, berbagai kendala lainpun tetap disiasati untuk mewujudkan keinginan implementasi kebijakan tersebut. "bukan tidak mungkin, daerah lain pun mampu melakukan hal yang lebih baik, apalagi dengan kondisi daerah yang tidak seburuk kabupaten Luwu Utara", kabupaten Luwu Utara aja bisa, pasti Maros pun akan lebih mampu!!" kata saya, mulai memprovokasi peserta yang hadir.

Provokasi tersebut pun direspon oleh peserta yang hadir, dan workshop pun berjalan dengan lancar dan penuh antusiasme peserta. "Tak ada yang tak mungkin, jika "komitmen" sudah menjadi semangat reformasi!!". Workshop ini menghasilkan actionplan upaya reformasi PBJ di Kabupaten Maros yang akan menjadi isu bersama dalam mewujudkannya. Semoga Sukses..

Kamis, 23 Juni 2011

Sedikit catatan hasil diskusi Social Network Analysis

MANTABSSS...kesanku atas diskusi yang kuikuti hari ini di AKATIGA, sebuah LSM yang banyak melakukan penelitian sosial dan advokasi Buruh dan kaum marginal itu. Diskusi ini menghadirkan narasumber Diding Sakri, mantan Direktur Inisiatif yang baru memperoleh gelar magister dari Trento University, Italia. brrrr mendengar nama Universitasnya aja aku dah Minder, mengingat saat ini juga aku sedang kuliah S2 di salah satu PTS di Bandung..Apalagi kalo melihat kemampuannya,,beeeh dah takut duluan, krn rasanya kuliahku gitu-gitu aja,,tidak terlalu banyak mempengaruhi sisi keilmuanku. tapi ya sudahlah,,apapun jalani saja, mudah2an ada manfaatnya dikemudian hari

Tema diskusi ini sebetulnya tentang metode Social Network Analysis (SNA). salah satu metode yang banyak berkembang di wilayah Eropa, di Indonesia katanya jarang sekali penelitian yang menggunakan metode ini..tapi saya akan coba track melalui Mr google deh untuk membuktikannya.

Presentasi berawal dari konteks permasalahan jaminan kesehatan bagi masyarakat yang saat ini masih belum jelas, khususnya ditingkat pusat. Namun meskipun demikian ada beberapa daerah yang sudah lebih mengembangkan tentang sistem jaminan kesehatan melalui sistem asuransi, salah satunya adalah bandung dan Sumedang. Nah berangkat dari best practice itulah penelitian ini dilakukan dengan mencoba mencari tahu, aktor-aktor yang berperan dalam perumusan kebijakan sehingga menghasilkan perda tersebut. harapannya ketika bisa ditemukan karakteristik aktor yang berpengaruh tersebut, kedepannya bisa dijadikan model bagi pelaksanaan advokasi di daerah lain.

metode SNA diawali dengan melakukan pengumpulan informasi tentang aktor,,tanpa melibatkan atribut yang melekat pada masing-masing. Lalu kemudian mengumpulkan informasi tentang atribut aktor2 tersebut. berdasarkan itu, kemudian di track keterhubungan antara aktor2 tersebut, dengan pendekatan berbagai indikator. nah hasilnya dianalisis deh menggunakan software, namanya Pajek.

bagaimana tentang penggunaan software tersebut? nah masalah ini belum terbahas secara tuntass..mudah2an ada tindak lanjutnya sehingga peserta mampu melakukan hal yang relatif sama khususnya dalam melakukan penelitian sosial.

Terlepas dari itu, bagi diriku pribadi, diskusi itu menambah khazanah baru terutama menginspirasi dalam penyusunan Thesis..yang skarang belum kepikiran mau bagaimana. Semoga bener2 bisa bermanfaat deh..

Selasa, 21 Juni 2011

sedang ingin menulis tentang sistem remunerasi di pemerintah provinsi jabar yang menyedot anggaran tak sedikit, dihubungkan dengan kinerja PNS..akan segera tayang...tunggu

Rabu, 15 Juni 2011

Dilematis

Hari ini mendapatkan kabar baik yang cukup membuatku bingung untuk menanggapinya. Management meng SMS " Dear Ikbal, uang untuk kuliah Insyaallah sudah bisa diambil besok ya..nuhun". Dug..perasaan senang bercampur bingungpun melanda.

Senang, karena itu berarti ada biaya yang bisa digunakan untuk membayar kuliah semester ini yang sudah hampir mau berakhir dan injury time. Bingung, karena itu berarti ketergantunganku akan semakin besar, padahal sungguh aku tak ingin dalam posisi yang dependen.

Memang sudah lama aku mengajukan "pinjaman" dengan alasan untuk biaya kuliah itu, hanya saja waktu itu managemen bilang bahwa saat ini kondisi keuangan sedang agak sulit. yasud lah, kupikir aku bisa cari jalan yang lain. Disisi lain mendengar itu aku juga agak tenang, karena itu berarti aku tak akan terlalu bergantung. Apalagi banyak selentingan yang beredar bahwa beberapa rekan kerja merasa "iri" dengan perlakuan managemen kepadaku selama ini, jadi kupikir ini adalah momentum yang tepat untuk menepis "tuduhan" itu, dan membuktikan bahwa pada dasarnya aku dan yang lain mendapatkan perlakuan yang sama dr manajemen.

Tapi kenyataannya, komitmen manajemen untuk membiayai kuliahku ternyata terus berlanjut..dan belum tahu lagi langkah apa yang harus kulakukan selanjutnya..

Allah maha pemberi petunjuk..Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk langkah yang terbaik yang harus kulakukan..Amiin

Senin, 13 Juni 2011

......lg melow......

Ingin sekali rasanya mencurahkan kesedihan sekaligus kebanggaanku terhadap jagoanku..tapi gak tahu harus mulai dari mana, dan caranya bagaimana. kukira tak ada satupun media yang sempurna untuk menggambarkan isi hatiku ini.
I love my son..

Aku tertegun, ketika membayangkan mu, pahlawan kecilku selama ini selalu berjuang untuk melawan sesuatu yang seolah "given" yang ada pada dirimu.

aku bangga , ketika melihatmu..bahkan hatiku saat ini bisa dengan jelas melihatmu berupaya ceria sambil berucap " dadah ayah..dadah dadah" sembari melambaikan tanganmu yang mungil itu..padahal kutahu hatimu sedih karena ku berusaha membujukmu untuk rela untuk kutinggalkan..aku janji, akan mengajakmu bermain bersama hingga kau terlelap.

Aku tahu..engkau akan menjadi "orang besar" yang menjadi kebanggaan kami, kedua orang tuamu, Agamamu, bahkan seluruh isi bangsa ini.

Aku tahu kau akan menjadi orang yang banyak memberi manfaat untuk sekitarmu, sesuai dengan makna filosofis yang terkandung dalam namamu

aku tahu..bahwa sebagian "lingkungan kita" tak mengerti sikapmu..tapi aku, dan bundamu,,,kini mengerti..dan kutahu kau akan terus berusaha..you're the best of mine..

Ayo anaku,,,kita harus bekerjasama untuk "menuntaskan" gangguan itu...

Selasa, 07 Juni 2011

Hampir Terkena Musibah, Mungkin Jawaban dr Do'a..

Dag dig dug...jantung langsung berdebar, keringat dingin mengucur..kaget luar biasa saat tersadar bahwa tas backpack yang berisi laptop, sejumlah uang..tidak ada dipunggungku. langsung berpikir apakah aku lupa nyimpen??kira-kira dimanakah tas itu berada? maklum tas itu lumayan gede, jadi ga mungkin terselip di kolong lemari atau dibawah kursi, atau bahkan disudut lain rumah yang kutinggali. sempat bertanya kepada mertua :"mah, kalo aku tadi bawa laptop ga??dan mertuakupun menjawab tidak tahu..barulah tersadar bahwa tas backpack ku ketinggalan di tukang cukur..

Tanpa pikir panjang, aku langsung bergegas, keluar pintu setengah berlari, mengeluarkan motor yang sebelumnya dah disimpan digarasi..dan ku starter..ngebuuut menuju tempat cukur yang tidak terlalu jauh dari rumah. Syukur Alhamdulillah...tas itu, masih setia menunggu di tempat parkir motorku saat dicukur tadi. padahal ada jeda waktu sekitar 1,5 jam antara saat aku sadar bahwa kehilangan tas, dan saat pertama kali meletakannya di samping motorku yang ku parkir ditempat cukur itu. waktu segitu sangat cukup dan leluasa bagi pelaku kejahatan untuk beraksi. atau bagi yang sebelumnya tidak berniat jahat, tetapi melihat ada kesempatan, lalu melakukan kejahatan (maklum menurut bang NAPI: kejahatan bukan hanya ada niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan, maka waspadalah waspadalah!) Disitulah kuasa Allah..dan kasih sayangNya kepada Ku..Alhamdulillah.

Jawaban dari Keraguan..
mengambil pelajaran dari kejadian itu, akupun berpikir, apa yang salah?? lalu akupun teringat bahwa sebelum pulang tadi ada tiga hal yang kuarasa aku bersalah sekaligus ragu :
1) menjelang pulang kantor, sudah sangat mepet waktu magrib. memang sebelumnya sempat ragu, apakah harus sholat dulu ataukah langsung pulang??konsekwensinya kalo langsung pulang aku ga akan sempat sholat magrib, maklum perjalanan kantor menuju rumah skitar 45 menit. namun ternyata bisikan setan membuatku langsung pilih pulang tanpa melaksanakan sholat yang menjadi kewajibanku.
2) ditengah perjalanan, kemudian muncul lagi pikiran, apakah langsung pulang atau makan malam dulu di pecel lele langgananku? kalo langsung pulang aku akan sempat sholat magrib, meskipun injury time, tapi konsekwensinya aku ga bisa makan pecel lele yang menggoda itu. sebaliknya, kalo makan dulu, pasti ga akan sempat sholat magrib. lagi-lagi setan yang ku dengarkan bisikannya, dan akupun pilih makan dulu, karena di rumah belum tentu tersedia makanan, apalagi aku akan mampir ke tukang cukur dulu, sebelum ke rumah (maklum rambutku dah dicomplain banyak orang, katanya "semrawut") dan masalah sholat, bisa di jama' dengan Isya..pikirku. dan akupun akhirnya makan dengan lahapnya
3) seperti biasanya, saat makan, kemudian dihampiri oleh anak kecil yang (juga langganan) minta-minta dengan memelas " pak..minta pak.." katanya begitu, dengan muka muram, kusut dan baju lusuhnya. biasanya, anak itu memang ku pesankan makanan juga, seperti apa yang biasa ku makan. kalo aku makan lele, maka dia pun dipesankan lele. Tapi kali ini setan meyakinkan ku bahwa minta-minta sudah jadi profesi bagi si anak itu, buktinya dia rutin minta-minta ditempat itu, okelah kalo dia memang butuh makan karena lapar, pasti aku akan belikan atau ku kasih uang, tetapi kalo minta-minta itu jadi profesi, ya No Way lah !, pikirku begitu. Dan akupun menolaknya, tak sepeserpun keluar dari kantong saku ku. Anak itu pun pergi entah kemana.

Namun, pergulatan pikiran itu, ternyata terus berlangsung meskipun anak itu sudah pergi. di satu sisi merasa bersalah dan berdosa karena menelantarkan anak itu, padahal aku mampu untuk membelikan nasi pecel atau memberikan beberapa peser uang disakuku, jangan-jangan dia lapar?!. Tapi disisi lain, aku merasa bahwa sudah sepatutnya aku bersikap begitu. sambil makan, kemudian bayar bahkan diperjalanan menuju pulang pun terus kepikiran seperti itu. dan akhirnya aku sadari bahwa ada malaikat dan setan yang sedang berupaya meyakinkanku tentang kebenaran yang sejati. Namun parahnya, aku tak mampu mengidentifikasi mana bisikan malaikat dan mana bisikan setan.

Untungnya, sambil mengendarai motor, aku ingat, bahwa Allah maha tahu. akupun berdoa kepadaNya. kalo apa yang telah kulakukan salah, tolong beritahu kepadaku bahwa itu salah. jangan Kau peringatkan aku, cukup beritahu saja ya Allah. Kira-kira begitulah doaku. sebetulnya doa itupun terpanjatkan karena perasaan bersalah yang semakin lama semakin besar.

Singkat cerita, sampailah kepada tujuanku sebelum ke rumah, yaitu Tukang Cukur!. kuparkirkan motor, lalu disitu pula ku buka jaket karena merasa kegerahan, otomatis sebelum buka jaket, aku harus menyimpan backpacku yang setia menempel dipunggungku. maka ku simpanlah backpack itu di dekat motor yang kuparkir. Tak sadar akupun langsung masuk kedalam ke tempat cukur tanpa menghiraukan backpak itu. kalo dipikir lagi memang ada yang aneh, saat aku masuk, motor yang sudah kusandarkanpun jatur terguling, alhasil bodinya lecet. langsung ku berdirikan dan kustandarkan dan kupastikan motor itu gak terguling lagi. saat terguling itulah aku berpikir, ooooh ini toh jawaban doaku, Allah memberitahuku bahwa apa yang telah ku lakukan salah. oke oke oke..dan rambutku pun dicukur seperti rencananya.

setelah selesai, lalu pulanglah aku menuju rumahku, dan tak sadar bahwa back pack itu ditinggal ditempat itu..

Allah memberitahu dengan berbagai cara...

Kamis, 02 Juni 2011

Pressure dah kendur..saatnya Leisure..Berliburrrr...

Hampir saja jadi kenyataan...bersukur...Alhamdulillah atas kebaikanMu ya Allah..sungguh kenikmatan yang luar biasa. meskipun di hari ini semua orang yang bekerja cuti bersama sesuai dengan keputusan mentri PAN dan aku ga libur, bahkan masuk kerja seperti hari biasa, tak mengapa..tetap syukur karena pressure sudah mulai kendur dan siap-siap untuk leisure..

Beberapa minggu terakhir, aku merasakan stress yang lumayan,,kareena urusan pekerjaan yang harus kulakukan sementara nuraniku sulit menyetujuinya. tlah berupaya berulang kali untuk melakkan negosiasi atau lobby dengan nuraniku, tapi tetap sulit rasanya. akhirnya yang terjadi malah streess..kerjaannya tetap kulakukan sebisa mungkin, meskipun bertentangan dengan hati nurani.

Terlebih lagi, disaan menjelang hari libur, tepatnya hari senin/ selasa kemarin..ada tugas lanjutan yang harus kulakukan, dan ini jelas mengancam rencana libur bersama keluargaku yang tlah diangan-angankan sebelumnya..terus terang tidur pun ga nyenyak. akhirnya aku keluhkan kepada istri dan Allah, tuhanku. Alhamdulillah puji syukur karena Allah menganugerahkan Istri kepadaku yang luar biasa, penuh kasih sayang dan pengertian..sehingga aku berani menatap apapun yang akan ku lakukan. Disisi lain Allah pun memberikan jalan dan kemudahan yang tak pernah kusangka-sangka..hingga akhirnya Insyaallah Liburan keluargaku tak lagi terancam..

Bahkan saat ini (saat nulis blog ini) , aku sambil menunggu kedatangan istri dan anaku menjemput,,jauh-jauh dari Bogor..

Libur tlah tiba..siap siap dulu aaah..selamat berlibur untuk semuanya..

Kamis, 05 Mei 2011

Tentang Budaya malu..

Bangsa ini telah dihinggapi penyakit yang sedemikian kritis, penyakit ini yang saya yakini menyebabkan krisis multidimensi. Semakin hari-semakin parah, upaya reformasi yang digulirkan oleh sekelompok masyaratkat -yang menamakan dirinya reformis- pada tahun 1998 tak mampu menjadi obat yang mujarab terhadap penyakit ini. Penyakit yang ingin saya tulis dalam hal ini adalah "malu".

Korupsi yang terjadi diberbagai sektor, akibat koruptor tersebut tak punya malu. Baik korupsi dikalangan birokrasi maupun di kalangan private sector, pada dasarnya sama saja, akibat dari tak punya rasa malu.

Bagi korupsi di birokrasi, sudah dipastikan koruptor tak lagi merasa "uang"itu bukan haknya, bahkan diapun tak pernah meragukan bahwa dia dibayar untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal ini, dia dibayar oleh masyarakat melalui pajak dan retribusi. Disisilain, anggaran yang dikelola pemerintahpun pada prinsipnya adalah hasil "patungan" rakyat yang menyisihkan dari keringat-keringat yang dikumpulkan untuk membayar pajak dan retribusi. Tujuan anggaran yang dikelola itu- dalam konteks pelayanan publik- adalah mensejahterakan rakyat.

Dasar koruptor tak mersa malu ketika "mencuri" uang yang dikumpulkan rakyat. Uang yang harusnya digunakan untuk meningkatkan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dicuri begitu saja untuk kepentingan perut mereka. Padahal untuk pelayanan tersebut, mereka telah dibayar oleh rakyat. Masih saja uang itu dicuri..dasar tak punya malu...iiihh jijik.

saya tak pernah percaya bila ada yang bilang bahwa korupsi birokrasi akibat dari tingkat kesejahteraan yang rendah (gaji yang kecil). sesungguhnya tidak ada hubungan langsung antara korupsi birokrasi dengan minimnya kesejahteraan. (lagi-lagi kesejahteraan harus direpresentasikan oleh penerimaan gaji..tapi tak mengapalah..)

Saya berani menjelaskan beberapa hal dengan pertanyaan : apakah kelakuan gayus, sebagai makelar kasus bahkan menilep pajak akibat dari gaji yang dia terima sangat kecil??. Dia Golongan III a, menerima gaji sekitar 11 juta..masih kecil??
apakah beberapa oknum anggota DPR yang korupsi cek pelawat saat pemilihan gubernur senoir BI, karena gaji mereka kecil??pendapatan mereka lebih dari 30 juta perbulannya..
apakah korupsi dibidang pengadaan yang menyebabkan kebocoran anggaran sebesar 40-50 % APBN akibat dari gaji yang kecil?? jelas-jelas karena rakus dan ga punya malu..

Budaya tak punya malu pun kini tak hanya hinggap dilingkungan birokrasi, di kalangan private sector pun begitu. sungguh tak ada pembenaran dari syari'at atau hukum positif negara ini yang membolehkan mencuri, sekecil apapun loh..!. mencuri tetap mencuri, korupsi tetap mencuri..

"Dosa" memang urusan yang bersangkutan dengan Tuhannya, tapi dari sisi sebab akibat, korupsi menyebabkan kerugian pihak lain. korupsi adalah pemindahan hak secara paksa yang asalnya hak orang menjadi milik koruptor.
korupsi adalah perampokan...

Insyaflah wahai para koruptor...hak orang lain telah kau renggut dengan kelicikanmu..malu lah..!

Maling seringkali teriak maling..ini modus yang sudah lumrah yang dilakukan maling..tujuannya satu, untuk mengesankan bahwa dirinya adalah orang bersih dan bebas dari dosa terlaknat tersebut..

Selasa, 03 Mei 2011

PPTSP dan kapitalisme

Cerita awal

Telah banyak penelitiaan yang menunjukan bahwa masalah utama perizinan yang dihadapi di daerah adalah terlalu banyak izin, terlalu lama, berbelit-belit, dan terlalu mahal. Masyarakat dan kalangan dunia usaha sering mengeluhkan proses pelayanan perizinan oleh pemerintah yang tidak memiliki kejelasan prosedur, tidak transparan, waktu pemrosesan izin yang tidak pasti, dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan terutama terkait dengan dengan biaya-biaya yang tidak resmi. Hal ini menimbulkan image buruk terhadap kinerja pemerintahan dan menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Sebagai upaya untuk mempercepat proses pemulihan iklim investasi ke arah yang lebih kondusif, sejak tahun 1997 pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pelayanan publik. Di antaranya dengan menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 503/125/PUOD tanggal 16 januari 1997 tentang pembentukan Pelayanan Terpadu satu Atap dan Instruksi Menteri Dalam negeri No. 25 tahun 1998 tenteng Pelayanan Terpadu Satu Atap. Terakhir, pemerintah berupaya untuk mewujudkan pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, mudah, transparan, pasti, dan terjangkau dengan menerbitkan Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai bentuk implementasi dari Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang paket kebijakan investasi. Ide dasar dari kebijakan ini adalah mengintegrasikan seluruh proses perizinan ke dalam suatu sistem pelayanan perizinan terpadu satu pintu.

Reformasi dan "pesanan"

Gelombang reformasi birokrasi dibidang pelayanan perizinan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, semakin hari semakin besar. Selain dampak dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan, reformasi ini pun berjalan akibat kontribusi yang sangat besar dari berbagai lembaga donor. Dampaknya, hampir semua daerah berlomba dalam membentuk PPTSP, seolah-olah permendagri 24/2006, sudah menjadi kitab suci yang wajib untuk ditaati dan "dosa'' bagi siapapun yang mengabaikannya.

Salah satu contohnya adalah The Asia Foundation (TAF). Lembaga yang sering dianggap bekerja untuk kepentingan Amerika ini, telah banyak memberikan kontribusinya dalam reformasi perizinan. Tak sedikit pihak yang mencibir, jika ada yang bilang bahwa TAF dianggap tidak punya kepentingan. Seolah-olah apapun yang dilakukan Amerika, tak akan pernah lepas dari kepentingan Negara tersebut terhadap Indonesia, termasuk dalam reformasi ini pun. Apalagi Amerika sangat lekat dengan ideologi kapitalisme, yang juga kalo dihubung-hubungkan, ternyata memiliki hubungan erat dengan perizinan.

Reformasi pelayanan perizinan melalui pembentukan PPTSP pada prinsipnya adalah mempermudah dunia usaha untuk melakukan formalisasi usahanya. Dalam konteks inilah, TAF dianggap sebagai kepanjangan tangan dari investor Amerika yang memiliki kepentingan terhadap sumber-sumber daya yang dimiliki negara ini. Dengan kemudahan yang diberikan PPTSP, diharapkan dapat memuluskan niat mereka untuk berinvestasi di negeri ini. Kepentingan dalam hal ini sangat jelas, yaitu ekonomi. kira-kira itulah analisis sebagian pihak yang mencibir tersebut.

Prinsip Pengendalian

Terlepas dari anggapan tersebut benar atau salah, penulis ingin menyampaikan beberapa hal, sebagai berikut :

a. "Izin" bukan hanya untuk aktifitas Usaha.

Jika Amerika ingin berinvestasi di Indonesia, maka harus memiliki izin. Dinegara manapun, perizinan selalu diterapkan bagi siapapun yang akan melakukan aktifitas usaha. Namun perlu disadari bahwa perizinan tidak hanya terkait dengan usaha. perizinan pun sangat terkait dengan hajat hidup sehari-hari masyarakat. misalnya IMB rumah, merupakan salah satu izin yang sangat erat dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu penyederhanaan izin, khususnya IMB sangat bermanfaat bagi masyarakat

b. "Izin" adalah alat kendali pemerintah.

seiring dengan berjalannya Otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang besar dalam menentukan daerahnya kedepan. Dalam titik ini, berarti pemerintah daerah dapat mengendalikan daerahnya melalui perizinan. Hal ini karena perizinan merupakan salah satu alat pengendalian kebijakan. persyaratan teknis memang diperlakukan sama bagi semua pemohon, tetapi kepentingan "daerah" dapat menjadi prasyarat bagi pemenuhan syarat-syarat teknis tersebut.

sebagai contoh: Kabupaten Purwakarta memiliki kebijakan melindungi perekonomian usaha rakyat melalui pembatasan pendirian minimarket (sebut saja : Alfa****) di kecamatan-kecamatan tertentu. kebijakan ini diberlakukan karena keberadaan alfa*** dianggap dapat mematikan usaha rakyat, misalnya pasar-pasar tradisional, warung-warung skala rumah tangga yang akhirnya bangkrut akibat dari keberadaan minimarket tersebut. pada prinsipnya pengambil kebijakan sadar betul bahwa rakyatnya belum bisa bersaing dengan pemilik modal besar. oleh karena itu keluarlah kebijakan tersebut.

Praktek yang dilakukan sebagai pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut, Pemkab melaksanakannya melalui perizinan. Setiap permohonan perizinan pendirian alfa*** di daerah tertentu sudah bisa dipastikan di tolak oleh BPMP2T. dengan jalan demikian, minimarket dipurwakarta berhasil dibatasi. ini namanya kebijakan yang efektif dalam tataran rumusan kebijakan maupun implementasinya.

nah, terkait dengan isu kapitalisasi perizinan, investor yang masuk ke daerah tertentu pun pada prinsipnya bisa dibatasi melalui perizinan. Ingat, permohonan perizinan harus memenuhi kriteria pra persyaratan, persyaratan administrasi dan juga teknis. pra-persyaratan dan persyaratan teknis bisa dikendalikan untuk kepentingan daerah.

c. manfaat PPTSP untuk semua

seperti yang dikemukakan sebelumnya, terlepas dari donor punya agenda penting ekonomi dibalik PPTSP atau tidak, yang pasti reformasi birokrasi dibidang perizinan ini menguntungkan bagi semua pihak. bagi masyarakat umum, memberikan kemudahan dalam memproses izin, baik izin usaha-maupun izin lainnya; Bagi pemerintah, mempermudah koordinasi diantara pemangku kepentingan dalam rangka mengendalikan kebijakan daerah, serta mengikis korupsi atau pungli yang sangat erat kaitannya dengan pelayanan perizinan; dan bagi pelaku usaha, mendapatkan kemudahan jika seluruh prasyarat dan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat dapat dipenuhi.

Intinya, terlepas dari agenda apapun yang dimiliki oleh donor2 tersebut, selama dapat seiring dengan manfaat yang bisa diambil oleh masyarakat, maka manfaatkan saja. Apalagi dalam konteks perizinan, tidak ada pesan-pesan khusus yang mengancam kedaulatan negara dan rakyat ini kok.


Dasar Anak Kampung!

Dasar anak kampung! mungkin itulah pernyataan orang lain ketika mengetahui keinginan, dan harapanku, yang secara pikir seolah-olah ingin membalikan dunia, setidaknya Indonesia.

yuppss aku adalah anak kampung, memang sekampung-kampungnya orang kampung, terlahir di kampung, besar di kampung, kecuali sempat mengenyam pendidikan (PT) agak sedikit kota. "kampung" selalu identik dengan keterbelakangan, dan kemiskinan. Dua kondisi itu bak sahabat sejati yang selalu beriringan. kalo ada keterbelakangan, pasti ada kemiskinan, begitupun sebaliknya.

jika ada yang mengatakan aku orang kampung, seharusnya tak tersinggung. karena begitulah adanya. tapi aku ingin membuktikan bahwa "kekampungan-ku" tak identik dengan stigma kemiskinan dan keterbelakangan.

terlahir sebagai anak dari seorang ayah (asli dari kampung) dan ibu (agak kampung). masa-masa kecil keseharianku dihabiskan dengan main layang-layang, kelereng, gatrik dengan teman-teman sekampungku yang khas dengan "budug" yang ditandai dengan nanah dimana-mana, termasuk di kepala. ya, kami semua begitu (termasuk akupun pernah begitu), tapi akupun tak tahu mengapa pada saat itu hampir semua dari kami, mengalami hal itu. entahlah apakah kekurangan gizi akibat kemiskinan, atau pola sanitasi yang tidak baik. hihihihi...dasar anak kampung, aku pun merasa apa yang terjadi pada masa itu seolah biasa-biasa saja. gak aneh sama sekali.

Aku masih jauh beruntung dibandingkan dengan teman-teman lainnya. Meskipun hidup di kampung dengan berbagai keterbatasan finansial, yang juga membatasiku dalam mengakses kehidupan yang lebih baik, Aku memiliki ayah yang -menurutku- visioner (ceileeee...prikitiw..). Memiliki pandangan jauh kedepan. Keterbatasan ekonomi kami, justru malah membuat ayahku sering berpesan untuk menggapai pendidikan setinggi langit (ketinggian ga ya..?), seraya mengutip hadis2 Rasulullah biasanya. "jangan malu karena miskin dan kampung, percaya dirilah karena kamu berilmu" itulah kira2 pesan yang saya ingat dari ayah saya pada masa-masa itu. "ulah dusun, kudu wanter!" , artinya " jangan merasa rendah diri, harus percaya diri!". duh pesan itu...(mengenang). "moal ngawarisan harta, da teu boga!", artinya bahwa beliau ga akan mewarisi ku dengan harta, karena ga punya!.

Pandangan tentang itu semakin terbukti, ketika orangtuaku bersusah payah menyekolahkan ku dan Teteh-ku, padahal kondisi ekonomi keluarga kami (pada waktu itu) luarbiasa sangat tak menentu. Disisi lain, tak ada satupun anak dari kampungku yang berpendidikan SMA, hanya aku dan tetehku yang mengalami itu. Apalagi ketika kami masuk perguruan tinggi. waduuuuh ga ada sama sekali. (jadi inget,,,ortuku melakukan segala cara, jual ini-jual itu, bekerja segala macam, semata-mata untuk menyekolahkan kami..semoga Allah memuliakannya di dunia dan akhirat. Amiin)

Ayahku, katanya lulusan SD (pada waktu itu) lalu sempat ke pesantren (sebentar). Tapi beliau yang pertama kali memperkenalkanku ke wilayah sosial dan politik. Dalam konteks itu aku menganggap ayahku sangat berwawasan luas, karena begitu rajin mengikuti perkembangan sosial dan politik, baik di tingkat nasional, bahkan internasional. Mungkin terpengaruh oleh itu pulalah, sehingga aku di beri nama "iqbal", mungkin karena terkagum-kagum sama seorang tokoh internasional yang terkenal luar biasa.

Ayahku tak pernah mau diganggu kalau sedang menyimak berita tentang politik. Dengan bahasa-bahasa populer yang sering diistilahkannya, (biasanya selalu ada akhiran "isme", "si", log de el el), membuatku sering mengaguminya (meskipun aku ga ngerti maksudnya), pada masa itu. Meskipun begitu, bagi sebagian orang "kota" ,menganggap ayahku "legeg"( loba gaya). bahkan ada satu statemen dari salah satu orang saudaraku (orang kota yang menganggap dirinya lebih hebat dan pintar) dengan sinis berkata" halah pira lulusan SD, loba gaya, sok!" dan parahnya itu terdengar oleh ku, sebagai anak dari orang yang dihina olehnya..arghhhhhh..ingin ku ludahi aja tu orang..(aku benci sekali sama orang itu, sampe sekarang!)

kehidupan keluargaku, nila-nilai yang ditanamkan ortu-ku, serta hinaan-hinaan yang diterima, mungkin yang telah membentuk ku seperti saat ini. aku lebih cenderung tertarik dengan permasalahan sosial/politik, dibandingkan dengan permasalahan teknologi dan ilmu alam.

kecenderungan itu kian tinggi, karena saat ini aku bergabung di salah satu LSM di Bandung. sudah hampir 5 tahun lebih saya di LSM tersebut.

Sebagai anak kampung, aku bercita-cita kembali ke kampungku suatu saat nanti. Bukan sebagai anak kampung yang "budug" , bodoh, terbelakang dan kampungan. Bukan pula sebagai anak kampung yang hanya memikirkan "hidup"nya hari ini. Tetapi anak kampung yang siap, merubah stigma itu semua. Anak kampung yang siap melakukan perubahan. Anak kampung yang bercita-cita memajukan kehidupan sosial. Anak kampung kampung yang ingin menyiapkan langkah-langkah untuk jutaan tahun kedepan, untuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan.

huuuuh dasar anak kampung!!