Kamis, 14 Juli 2011

Komitmen; sebagai kunci utama reformasi birokrasi

Tanggal 13 Juli 2011 kemarin, saya hadir di kabupaten Maros, Sulawesi Utara memenuhi undangan LSM PINUS Sulsel sebagai fasilitator workhsop reformasi pengadaan barang/jasa (PBJ) Kabupaten Maros. Undangan tersebut saya penuhi mengingat isu PBJ merupakan salah satu isu yang menjadi ketertarikan saya selain isu-isu lainnya. Disisi lain PINUS merupakan salah satu local partnernya The Asian Foundation, yang salah satu PO nya adalah teman baik saya. alasan-alasan itulan yang menyebabkan saya sulit menolak undangan tersebut, meskipun jauh dari Bandung, tetap saya penuhi.

Isu PBJ merupakan salah satu isu yang menarik untuk dicermati, karena hampir 30-40 % APBD/APBN adalah belanja modal yang dilakukan melalui proses PBJ. sementara itu tingkat kebocoran anggaran dalam proses ini tergolong sangat tinggi. menurut KPK 77% kasus korupsi yang ditangani KPK berasal dari proses PBJ yang tidak baik. makanya pantas Prof DR Soemitro joyohadikusumo dulu pernah menyatakan bahwa kebocoran anggaran mayoritas akibat dari korupsi di PBJ.

Sebagai akibat dari proses PBJ yang penuh dengan praktek korupsi tersebut adalah kualitas barang/jasa yang dihasilkan sangat rendah. sebagai ilustrasi secara kasat mata, saat ini banyak sekali jalan yang tidak berumur lama, baru satu atau dua tahun kemudian rusak, yang disinyalir akibat dari pengerjaan oleh kontraktor yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Berbagai upaya untuk mengatasi hal semacam itu telah ditempuh baik oleh pemerintah pusat dengan perbaikan regulasinya yang memperketat praktik korupsi tersebut, begitupun beberapa daerah melakukan berbagai inovasi untuk mencoba menutup rapat-rapat pintu korupsi. salah satu daerah tersebut adalah kabupaten Luwu Utara.

Dalam workshop tersebut, secara sengaja kabupaten Luwu Utara di undang juga oleh PINUS untuk memberikan paparan pengalaman sebagai daerah yang dianggap sebagai best practices di Sulawesi Selatan. Dalam kesempatan ini, Pemkab Luwu Utara diwakili oleh Bpk Nirwan, Sekretaris LPSE Luwu Utara.

Pembelajaran; mensiasati keterbatasan
Dalam presentasinya, pak Nirwan menyampaikan, ide awal reformasi PBJ muncul sebagai akibat dari praktek korupsi dimana-mana, sebagai bentuk kolaborasi korup yang massif antara pemerintah dengan pelaku usaha. akibatnya pembangunan seolah berjalan stagnan, dan tidak sempat ternikmati oleh masyarakat sebagaimana mestinya. hal ini dilihat dengan jelas oleh Bupati Luwu Utara yang pada waktu itu baru saja terpilih melalui pemilu kada. Bupati berkeinginan kuat untuk membereskan masalah di sektor PBJ, meskipun resikonya dia akan ditinggalkan oleh kerabat atau teman dekatnya yang selama ini notabene melakukan praktik kotor tersebut.

Akhirnya pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-proc) dianggap sebagai salah satu solusinya. Kebetulan pada waktu itu, Kota Surabaya merupakan daerah yang mempelopori layanan e-proc dengan sistem yang dibuat secara mandiri, dengan dasar itulah Bupati melakukan kerjasama dengan Pemkot Surabaya untuk mereplikasi e-proc di Kabupaten Luwu Utara. beberapa aparat Luwu Utara di latih dan di magangkan di pemkot Surabaya, dan juga Instruktur dari Surabaya pun melakukan asistensi langsung kepada pihak Kabupaten luwu utara. Akhirnya sistem e-proc surabaya pun berhasil di Install di Pemkab Luwu Utara.

Namun, meskipun sudah memiliki sistem e-proc, tidak serta merta layanan tersebut dapat digunakan di kabupaten Luwu utara karena ada permasalahan sarana prasarana yang menjadi kendalanya. Pemkab Luwu Utara menyadari bahwa di wilayahnya belum ada layanan internet, akibatnya masyarakatpun tidak familiar dengan internet yang menjadi basic layanan e-proc tersebut. akhirnya dengan komitemn yang kuat, Bupati Luwu Utara setahun kemudian membangun Tower-tower di Setiap Kecamatan dengan bekerjasama dengan salah satu vendor swasta nasional.

Dengan terbangunnya Tower-tower tersebut, layanan internetpun dapat dinikmati oleh masyarakat, dengan demikian layanan e-proc pun mulai difungsikan. Sebelumnya pihak pemkab Luwu Utarapun melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada para penyedia jasa yang ada di wilayahnya, sebagai salah satu wujud perhatian agar para pelaku tender di wilayahnya tetap mampu bersaing dengan pelaku yang datang dari luar sebagai konsekwensi dari penggunaan e-proc yang memungkinkan pelaku usaha luar dapat mengakses dan ikut tender di wilayahnya.

keterbatasan lain yang dihadapi adalah layanan Listrik yang seringkali padam. mensiasati kondisi ini, server e-proc pun kemudian menggunakan UPS yang dimodifikasi dengan 6 Aki mobil. modifikasi ini mampu mengatasi permasalahan pemadaman listrik, hingga waktu yang relatif lama. sehingga server tetap menyala meskipun listrik padam.

pada prinsipnya, berbagai kendala lainpun tetap disiasati untuk mewujudkan keinginan implementasi kebijakan tersebut. "bukan tidak mungkin, daerah lain pun mampu melakukan hal yang lebih baik, apalagi dengan kondisi daerah yang tidak seburuk kabupaten Luwu Utara", kabupaten Luwu Utara aja bisa, pasti Maros pun akan lebih mampu!!" kata saya, mulai memprovokasi peserta yang hadir.

Provokasi tersebut pun direspon oleh peserta yang hadir, dan workshop pun berjalan dengan lancar dan penuh antusiasme peserta. "Tak ada yang tak mungkin, jika "komitmen" sudah menjadi semangat reformasi!!". Workshop ini menghasilkan actionplan upaya reformasi PBJ di Kabupaten Maros yang akan menjadi isu bersama dalam mewujudkannya. Semoga Sukses..