Jumat, 22 Juni 2012

CATATAN HASIL DISKUSI STUDI TENTANG KANTOR LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA KOTA BANJAR




Sekilas Kota Banjar
Kota Banjar berada di perbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, yaitu dengan Kabupaten Cilacap. Banjar merupakan menjadi pintu gerbang utama jalur lintas selatan Jawa Barat. Untuk membedakannya dengan Banjarnegara yang berada di Jawa Tengah, kota ini sering disebut juga Banjar Patroman (dari nama asal "Banjar Pataruman").

Kota Banjar terbentuk sejak 1 Desember tahun 2002, setelah sebelumnya merupakan Kota Administratif dibawah Pemerintah Kabupaten Ciamis berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1991 tentang Pembentukan Banjar Kota Administratif yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 2 Maret 1992.

Secara administratif, kota ini terdiri atas 4 kecamatan yaitu Banjar, Purwaharja, Pataruman, dan Langensari, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Banjar pernah menjadi kota kecamatan bagian dari Kabupaten Ciamis, kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif.

Pembentukan  Kantor Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kota Banjar (KLP)
ULP Kota Banjar telah lahir sejak tahun 2007, berbentuk lembaga ad oc (fungsional) bertempat di Bagian Pengendalian program Setda Kota Banjar. Pembentukan ini didasari oleh keterbatasan personil yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa dan Kepres 80/2003 yang mengisyaratkan pembentukan ULP sebagai lembaga yang berfungsi untuk memfasilitas pengadaan barang/jasa.

Selama perjalanannya pihak pemkot menyadari banyak keterbatasan yang dihadapi oleh lembaga ini, salah satunya diakibatkan oleh status kepegawaian ULP ini bersifat fungsional (tugas perbantuan), dalam kata lain bahwa pegawai masih dibebankan tugas oleh OPD asalnya, sehingga menyebabkan kinerjanya menjadi tidak optimal. Disisi lain,  ketiadaan jenjang karir yang jelas, menimbulkan disinsentif bagi pegawai ULP, dan kebergantungan penganggaran pada Bagian Pengendalian Program serta masih banyak permasalahan lainnya.

Sadar akan berbagai permasalahan yang muncul tersebut, Pihak Pemkot mulai mewacanakan kelembagaan ULP yang bersifat independen, dalam artian bahwa kelembagaan ULP yang bersifat struktural dan memiliki pegawai yang permanen, sehingga dapat menjamin kinerja yang lebih baik lagi. Selain itu, juga ide ULP independen ini diharapkan dapat meminimalisir intervensi atas “kepentingan” dari OPD-OPD. Gayung Bersambut, Ide ini ternyata seiring dengan lahirnya Perpres 54/2010 yang mengisyaratkan pembentukan ULP secara permanen/struktural.

Pada tahun 2011, Pihak Pemkot mulai melakukan upaya serius dengan membahas kelembagaan ULP permanen. Proses drafting dilakukan oleh tim ULP, Bagian Organisasi dan Bagian Hukum, kemudian dibahas dan disahkan di DPRD Kota Banjar pada akhir tahun 2011. Hasil dari Proses ini adalah lahirnya Peraturan Daerah nomor 10 tahun 2011 tentang perubahan kedua atas peraturan daerah kota Banjar nomor 11 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Banjar dan ditandatangani oleh walikota pada tanggal 29 Desember 2011.

Salah satu isi dari Perda tersebut adalah Pembentukan Kantor Layanan Pengadaan Barang/Jasa (KLP) yang merupakan bagian dari Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kota Banjar, sekaligus berarti secara legal formal lembaga ULP dan fungsinya digantikan oleh KLP ini.


Kantor Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kota Banjar
Menurut Kepala KLP dan jajarannya, meskipun pengadaan barang/jasa bukan merupakan urusan (urusan wajib ataupun pilihan) seperti yang diatur dalam PP 38/2010, tapi pengadaan barang/jasa memerlukan perhatian khusus karena menyangkut sejumlah anggaran yang sangat besar, sehingga menimbulkan beban kerja yang tinggi. Di sisi lain, celah terbentuknya lembaga ULP struktural menurut mereka, terdapat dalam PP 41 tahun 2010, dimana lembaga ULP struktural ini bisa dikategorikan sebagai “lembaga teknis lainnya”.

Dengan dasar pemahaman tersebut, Pihak pemkot membentuk KLP dengan bentuk Kantor dan dibawah dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui sekretaris daerah. KLP yang dipimpin oleh kepala kantor (eselon III/a), dibantu oleh Sub Bagian Umum dan Kepegawaian serta Subagian Administrasi Pengadaan Barang/Jasa. Jumlah keseluruhan pegawai KLP saat ini adalah 8 orang, terdiri dari 1 kepala kantor, 2 Sub bagian, dan 5 staff

Secara teknis, proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa di KLP dilakukan oleh dua Kelompok Kerja (Pokja), yaitu Pokja Pengadaan Jasa Konstruksi dan Konsultansi dan Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya. Secara administratif, kenggotaan Pokja masih bersifat adhoc (tidak permanen dan non organik), artinya anggota pokja bukan merupakan bagian organik KLP dan berasal dari OPD-OPD yang memiliki kualifikasi ahli dibidang pengadaan barang/jasa. Meskipun demikian,  tidak menutup kemungkinan pegawai KLP (baik pejabat maupun staf) untuk merangkap sebagai anggota Pokja.

Oleh karena itu, anggota Pokja tidak memiliki jam/hari kerja yang tetap. Anggota Pokja berkantor di KLP jika ada kegiatan pelelangan dan jika “tidak ada pekerjaan” dari OPD asalnya. Karena seperti desain sebelumnya pada ULP, Pokja memiliki “double job” yaitu tugas di OPDnya dan tugas di KLP. Dalam hal, terdapat tugas dari dua institusi tersebut secara bersamaan, maka anggota pokja terpaksa harus memprioritaskan tugas dari OPD asalnya.

Desain kenggotaan Pokja yang bersifat adhoc tersebut dipengaruhi oleh Perka LKPP nomor 002/PRT/KA/VII/2009 tentang Pedoman Pembentukan Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengisyaratkan bahwa status Pokja didalam ULP bersifat tidak permanen. Perka ini masih mengacu kepada Kepres 80/2003 dan belum dicabut meskipun Kepres tersebut telah dicabut diganti oleh Perpres 54/2010. Namun setelah keluarnya Perka LKPP no 5  Tahun 2012 yang mencabut Perka sebelumnya tersebut, Pihak Pemkot Banjar akan bersegera melakukan perubahan atas desain kelembagaan KLP dimana Pokja akan menjadi bagian organik dari KLP itu sendiri.

Anggota Pokja berjumlah ganjil yang terdiri dari ketua (merangkap sebagai anggota), Sekretaris (merangkap sebagai anggota) dan Anggota. Keanggotaan Pokja ditetapkan oleh Keputusan Walikota yang diperbaharui satu kali dalam setahun. Saat ini anggota Pokja berjumlah 12 orang, terdiri dari 7 orang Pokja Konstruksi dan Konsultansi, serta 5 orang sisanya sebagai Pokja Barang/jasa lainnya. 

Dalam konteks insentif, Pemerintah Kota Banjar memberikan tunjangan (diluar gaji rutin) bagi Pokja bervariasi bergantung pada beban kerjanya masing-masing, misalnya Ketua Pokja 2 juta/bulan, Sekretaris 1.5 juta/bulan dan anggota 1 juta/bulan. Sementara pegawai yang secara organik berada di KLP tidak mendapatkan tunjangan seperti ini.

Menurut mereka, Jika dibandingkan dengan beban kerjanya, tunjangan yang di”tarif”bulanan ini, tidak sebanding. Sebagai catatan bahwa paket pengadaan di Kota Banjar pada tahun 2012 ini berjumlah lebih dari 160 paket yang dilakukan oleh 12 orang.

Alur Umum Proses Pelelangan
Seperti ULP lain pada umumnya, tugas dan kewenangan KLP Kota Banjar mengikuti Perpres 54/2010 dimana KLP berfungsi sebagai fasilitator bagi OPD dalam bidang pengadaan barang/jasa di kota banjar. Namun secara umum tahapn yang dilakukan KLP dalam hubungannya dengan OPD dapat digambarkan secara sederhana sebagai berikut:

No
Kegiatan
OPD
KLP
1
Penetapan Kegiatan dan paket
y

2
Menentukan rencana pelelangan selama 1 TA

y
3
Meminta OPD untuk mengirimkan rencana kegiatan dan paket yang akan dilelangkan disesuaikan dengan jadwal pelelangan yang telah ditetapkan KLP

y
4
Mengirimkan nama-nama paket kepada KLP sesuai dengan rencana jadwal pelelangan yang dibuat KLP
y

5
Mengumumkan Rencana Umum Pengadaan (RUP)

y
6
Mengirimkan dokumen perencanaan untuk dilelangkan melalui KLP
y

7
Proses lelang secara serentak

y

Setelah APBD murni disahkan untuk Tahun Anggaran yang berkenaan, maka KLP segera merumuskan rencana jadwal pelelangan selama satu tahun anggaran tersebut untuk dijadikan acuan bagi OPD dalam menentukan paket-paket yang akan dilelangkan melalui KLP. Berdasarkan jadwal tersebut, OPD mengirimkan daftar nama-nama paket yang akan dilelangkan untuk dikemas oleh KLP menjadi Rencana Umum  Pengadaan (RUP) pada bulan Februari.

Setelah RUP diumumkan, kemudian KLP meminta OPD untuk mengirimkan dokumen perencanaan paket-paket yang akan dilelangkan, selambat-lambatnya akhir bulan Maret. Setelah dokumen perencanaan yang diminta terkumpul, maka pada bulan April hingga Juli, KLP melakukan proses pelelangan hingga terpilih pemenang. Dalam hal ada dokumen perencanaan yang terlambat di sampaikan kepada KLP pada bulan Maret tadi, maka konsekwensinya akan dilelangkan menyusul setelah bulan Juli.

Strategi penentuan jadwal oleh KLP ini dilakukan untuk memaksa OPD untuk bersegera menyusun dokumen perencanaan, sehingga tidak ada paket yang tidak terserap akibat keterlambatan. Strategi lain yang digunakan oleh KLP adalah dengan menyampaikan laporan secara rutin (satu bulan satu kali) kepada Sekda dan Walikota, menggunakan momentum rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh walikota, sehingga bila ada paket-paket yang dokumen perencanaannya terlambat dikirimkan kepada KLP, maka Sekda dan walikota akan menegur OPD yang bersangkutan. Jadi secara teknis, KLP hanya melakukan dua periode pelelangan, yaitu fase pelelangan APBD murni dan fase APBD perubahan.

Dalam Proses Pelalangan, KLP difasilitasi oleh sistem LPSE. LPSE di Kota banjar, sejak tahun 2012, berbentuk UPTD di dinas Perhubungan. UPTD dikelapai oleh seorang pejabat Eselon IV/a dan 1 orang sekretaris dan 1 anggota.

Sumber: Perda, Perwal yang terkait dan hasil diskusi dengan narasumber

****Haturnuhun****