Sekilas
Kota Banjar
Kota Banjar berada di perbatasan
dengan Provinsi Jawa Tengah, yaitu dengan Kabupaten
Cilacap. Banjar merupakan menjadi pintu gerbang utama jalur lintas
selatan Jawa Barat. Untuk membedakannya dengan Banjarnegara
yang berada di Jawa Tengah, kota ini sering disebut juga Banjar Patroman (dari nama asal
"Banjar Pataruman").
Kota Banjar terbentuk sejak 1 Desember tahun 2002,
setelah sebelumnya merupakan Kota Administratif dibawah Pemerintah Kabupaten
Ciamis
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1991 tentang Pembentukan Banjar
Kota Administratif yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 2
Maret 1992.
Secara administratif, kota ini
terdiri atas 4 kecamatan yaitu Banjar, Purwaharja, Pataruman, dan Langensari,
yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Banjar pernah menjadi kota kecamatan bagian dari Kabupaten
Ciamis, kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif.
Pembentukan Kantor Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kota
Banjar (KLP)
ULP Kota Banjar telah lahir sejak tahun 2007, berbentuk
lembaga ad oc (fungsional) bertempat di Bagian Pengendalian program Setda Kota
Banjar. Pembentukan ini didasari oleh keterbatasan personil yang memiliki
sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa dan Kepres 80/2003 yang
mengisyaratkan pembentukan ULP sebagai lembaga yang berfungsi untuk
memfasilitas pengadaan barang/jasa.
Selama perjalanannya pihak pemkot menyadari banyak
keterbatasan yang dihadapi oleh lembaga ini, salah satunya diakibatkan oleh
status kepegawaian ULP ini bersifat fungsional (tugas perbantuan), dalam kata
lain bahwa pegawai masih dibebankan tugas oleh OPD asalnya, sehingga
menyebabkan kinerjanya menjadi tidak optimal. Disisi lain, ketiadaan jenjang karir yang jelas,
menimbulkan disinsentif bagi pegawai ULP, dan kebergantungan penganggaran pada
Bagian Pengendalian Program serta masih banyak permasalahan lainnya.
Sadar akan berbagai permasalahan yang muncul tersebut,
Pihak Pemkot mulai mewacanakan kelembagaan ULP yang bersifat independen, dalam
artian bahwa kelembagaan ULP yang bersifat struktural dan memiliki pegawai yang
permanen, sehingga dapat menjamin kinerja yang lebih baik lagi. Selain itu,
juga ide ULP independen ini diharapkan dapat meminimalisir intervensi atas “kepentingan”
dari OPD-OPD. Gayung Bersambut, Ide ini ternyata seiring dengan lahirnya
Perpres 54/2010 yang mengisyaratkan pembentukan ULP secara permanen/struktural.
Pada tahun 2011, Pihak Pemkot mulai melakukan upaya
serius dengan membahas kelembagaan ULP permanen. Proses drafting dilakukan oleh
tim ULP, Bagian Organisasi dan Bagian Hukum, kemudian dibahas dan disahkan di
DPRD Kota Banjar pada akhir tahun 2011. Hasil dari Proses ini adalah lahirnya Peraturan
Daerah nomor 10 tahun 2011 tentang perubahan kedua atas peraturan daerah kota
Banjar nomor 11 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Banjar dan
ditandatangani oleh walikota pada tanggal 29 Desember 2011.
Salah satu isi dari Perda tersebut adalah Pembentukan Kantor
Layanan Pengadaan Barang/Jasa (KLP) yang merupakan bagian dari Organisasi
Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kota Banjar, sekaligus berarti secara
legal formal lembaga ULP dan fungsinya digantikan oleh KLP ini.
Kantor
Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kota Banjar
Menurut Kepala KLP dan jajarannya, meskipun pengadaan
barang/jasa bukan merupakan urusan (urusan wajib ataupun pilihan) seperti yang
diatur dalam PP 38/2010, tapi pengadaan barang/jasa memerlukan perhatian khusus
karena menyangkut sejumlah anggaran yang sangat besar, sehingga menimbulkan
beban kerja yang tinggi. Di sisi lain, celah terbentuknya lembaga ULP
struktural menurut mereka, terdapat dalam PP 41 tahun 2010, dimana lembaga ULP
struktural ini bisa dikategorikan sebagai “lembaga teknis lainnya”.
Dengan dasar pemahaman tersebut, Pihak pemkot membentuk
KLP dengan bentuk Kantor dan dibawah dan bertanggungjawab kepada Walikota
melalui sekretaris daerah. KLP yang dipimpin oleh kepala kantor (eselon III/a),
dibantu oleh Sub Bagian Umum dan Kepegawaian serta Subagian Administrasi
Pengadaan Barang/Jasa. Jumlah keseluruhan pegawai KLP saat ini adalah 8 orang,
terdiri dari 1 kepala kantor, 2 Sub bagian, dan 5 staff
Secara teknis, proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa di
KLP dilakukan oleh dua Kelompok Kerja (Pokja), yaitu Pokja Pengadaan Jasa
Konstruksi dan Konsultansi dan Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya. Secara
administratif, kenggotaan Pokja masih bersifat adhoc (tidak permanen dan non
organik), artinya anggota pokja bukan merupakan bagian organik KLP dan berasal
dari OPD-OPD yang memiliki kualifikasi ahli dibidang pengadaan barang/jasa.
Meskipun demikian, tidak menutup
kemungkinan pegawai KLP (baik pejabat maupun staf) untuk merangkap sebagai
anggota Pokja.
Oleh karena itu, anggota Pokja tidak memiliki jam/hari
kerja yang tetap. Anggota Pokja berkantor di KLP jika ada kegiatan pelelangan
dan jika “tidak ada pekerjaan” dari OPD asalnya. Karena seperti desain
sebelumnya pada ULP, Pokja memiliki “double job” yaitu tugas di OPDnya dan
tugas di KLP. Dalam hal, terdapat tugas dari dua institusi tersebut secara
bersamaan, maka anggota pokja terpaksa harus memprioritaskan tugas dari OPD
asalnya.
Desain kenggotaan Pokja yang bersifat adhoc tersebut
dipengaruhi oleh Perka LKPP nomor 002/PRT/KA/VII/2009 tentang Pedoman Pembentukan Unit
Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengisyaratkan bahwa status Pokja
didalam ULP bersifat tidak permanen. Perka ini masih mengacu kepada Kepres
80/2003 dan belum dicabut meskipun Kepres tersebut telah dicabut diganti oleh
Perpres 54/2010. Namun setelah keluarnya Perka LKPP no 5 Tahun 2012 yang mencabut Perka sebelumnya
tersebut, Pihak Pemkot Banjar akan bersegera melakukan perubahan atas desain
kelembagaan KLP dimana Pokja akan menjadi bagian organik dari KLP itu sendiri.
Dalam konteks insentif, Pemerintah Kota Banjar memberikan
tunjangan (diluar gaji rutin) bagi Pokja bervariasi bergantung pada beban
kerjanya masing-masing, misalnya Ketua Pokja 2 juta/bulan, Sekretaris 1.5
juta/bulan dan anggota 1 juta/bulan. Sementara pegawai yang secara organik
berada di KLP tidak mendapatkan tunjangan seperti ini.
Menurut mereka, Jika dibandingkan dengan beban kerjanya,
tunjangan yang di”tarif”bulanan ini, tidak sebanding. Sebagai catatan bahwa
paket pengadaan di Kota Banjar pada tahun 2012 ini berjumlah lebih dari 160
paket yang dilakukan oleh 12 orang.
Alur
Umum Proses Pelelangan
Seperti ULP lain pada umumnya, tugas dan kewenangan KLP
Kota Banjar mengikuti Perpres 54/2010 dimana KLP berfungsi sebagai fasilitator
bagi OPD dalam bidang pengadaan barang/jasa di kota banjar. Namun secara umum
tahapn yang dilakukan KLP dalam hubungannya dengan OPD dapat digambarkan secara
sederhana sebagai berikut:
No
|
Kegiatan
|
OPD
|
KLP
|
1
|
Penetapan Kegiatan dan paket
|
y
|
|
2
|
Menentukan rencana pelelangan selama 1 TA
|
|
y
|
3
|
Meminta OPD untuk mengirimkan rencana kegiatan dan
paket yang akan dilelangkan disesuaikan dengan jadwal pelelangan yang telah
ditetapkan KLP
|
|
y
|
4
|
Mengirimkan nama-nama paket kepada KLP sesuai dengan
rencana jadwal pelelangan yang dibuat KLP
|
y
|
|
5
|
Mengumumkan Rencana Umum Pengadaan (RUP)
|
|
y
|
6
|
Mengirimkan dokumen perencanaan untuk dilelangkan
melalui KLP
|
y
|
|
7
|
Proses lelang secara serentak
|
|
y
|
Setelah APBD murni disahkan untuk Tahun Anggaran yang berkenaan, maka KLP
segera merumuskan rencana jadwal pelelangan selama satu tahun anggaran tersebut
untuk dijadikan acuan bagi OPD dalam menentukan paket-paket yang akan
dilelangkan melalui KLP. Berdasarkan jadwal tersebut, OPD mengirimkan daftar
nama-nama paket yang akan dilelangkan untuk dikemas oleh KLP menjadi Rencana
Umum Pengadaan (RUP) pada bulan
Februari.
Setelah RUP diumumkan, kemudian KLP meminta OPD untuk mengirimkan dokumen
perencanaan paket-paket yang akan dilelangkan, selambat-lambatnya akhir bulan
Maret. Setelah dokumen perencanaan yang diminta terkumpul, maka pada bulan
April hingga Juli, KLP melakukan proses pelelangan hingga terpilih pemenang.
Dalam hal ada dokumen perencanaan yang terlambat di sampaikan kepada KLP pada
bulan Maret tadi, maka konsekwensinya akan dilelangkan menyusul setelah bulan
Juli.
Strategi penentuan jadwal oleh KLP ini dilakukan untuk memaksa OPD untuk
bersegera menyusun dokumen perencanaan, sehingga tidak ada paket yang tidak
terserap akibat keterlambatan. Strategi lain yang digunakan oleh KLP adalah
dengan menyampaikan laporan secara rutin (satu bulan satu kali) kepada Sekda
dan Walikota, menggunakan momentum rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh
walikota, sehingga bila ada paket-paket yang dokumen perencanaannya terlambat
dikirimkan kepada KLP, maka Sekda dan walikota akan menegur OPD yang
bersangkutan. Jadi secara teknis, KLP hanya melakukan dua periode pelelangan,
yaitu fase pelelangan APBD murni dan fase APBD perubahan.
Dalam Proses Pelalangan, KLP difasilitasi oleh sistem
LPSE. LPSE di Kota banjar, sejak tahun 2012, berbentuk UPTD di dinas
Perhubungan. UPTD dikelapai oleh seorang pejabat Eselon IV/a dan 1 orang
sekretaris dan 1 anggota.
Sumber: Perda, Perwal yang terkait dan hasil diskusi dengan narasumber
****Haturnuhun****