Rabu, 25 Agustus 2010

Horeeee..(akhirnya) bisa libur..!

Kesel sama para pejabat pemerintah yang menetapkan waktu libur idul fitri tahun ini yang luar biasa tidak manusiawi (menurutku lho..). bayangin aja libur kalender kerjanya berarti cuma 4 hari. lama-kelamaan negara ini makin kurang ajar, dan semakin menunjukan wujud asli para pemimpin negeri ini sebagai KAPITALIS sejati!. bahkan lebih kapitalis dibanding institusi amerika (mbahnya kapitalis) itu sendiri. soalnya temenku ada juga yang kerja di lembaga punya Amerika, dan mereka sangat menghormati "orang-orang kita" untuk merayakan idul fitri dengan meliburkan karyawannya lebih lama dibandingkan keputusan pemerintah negeri ini. gileeee,,,,..

lebih parah lagi, meskipun keputusan pemerintah ditujukan bagi instansi-instansi pemerintah, tapi ternyata dampaknya sangat luas. banyak instansi non pemerintah yang akhirnya "mengekor" keputusan pemerintah yang sesat tersebut. akhirnya semuanya tersesat!. dampak itu pula yang kurasakan. kantorku membuat keputusan resminya (meskipun mengekor), bahwa libur tahun ini dimulai tanggal 8 sampai dengan tanggal 14 September tahun ini. gara-gara denger itu...busyet moodku hancur lebur. pengennya maki-maki mulu dan menggiringku untuk kasak-kusuk kesana kemari. gosip sana gosip sini.

Alhamdulillah, ada temen yang menyarankan dan sekaligus memberitahukan bahwa ada kebijakan perusahaan yang bisa kumanfaatkan. CUTI, ya kata sakti itulah yang akhirnya menghiburku. tanpa kupikir panjang, langsung mengajukan cuti...gak tanggung2, 1 minggu sebelum lebaran dan 1 minggu setelahnya..Alhamdulillah..

sekarang sudah tak sabar menunggu waktu cuti tiba..semoga liburan ini menyenangkan, penuh rahmat, hidayah, barokah dan bermanfaat bagi keluarga..Amiin

Kamis, 19 Agustus 2010

PROMOTING CITIZEN ENGANGEMENT AND MEDIA PARTICIPATION IN SUSTAINING THE INITIATIVES TO DEVELOP INTEGRITY AND ACCOUNTABILITY IN PUBLIC PROCUREMENT

BACKGROUND

Dasar pemikiran dibentuknya daerah otonom menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Selain hal tersebut, juga diharapkan dapat terwujudnya peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokratisasi, pemerataan, keadilan, kekhususan dan potensi daerah serta tertib administrasi pemerintah daerah.

Harapan dari adanya otonomi daerah dalam Peningkatan Kesejahteraan masyarakat, peningkatan kualitas pelayanan publik dan peningkatan daya saing daerah akan tercapai jika perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pemerintah serta pembangunan dilakukan melalui tata pemerintahan yang baik (Good Governance) dan Pemerintah yang bersih (clean Government). Namun kenyataannya harapan tersebut masih jauh dari harapan. Terbukti masih banyaknya praktek KKN diberbagai bidang yang menyebabkan kebocoran anggaran dan banyaknya kebijakan dan regulasi yang tidak pro public dan berpotensi menurunkan daya saing daerah.

Praktek KKN yang sering terjadi salah satunya dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Data menunjukan bahwa pada tahun 2008 terdapat 28.000 kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 70%-80% dari total kasus itu adalah penyimpangan di bidang penyediaan barang atau jasa. Sementara, hasil kajian Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia yang tertuang dalam Country Procurement Assessment Report (CPAR) tahun 2001 menyebutkan kebocoran dalam pengadaan barang/jasa pemerintah sebesar 10-50 persen. Lebih spesifik, Direktur Eksekutif Indonesia Procurement Watch Budihardjo Hardjowiyono menyebutkan bahwa kebocoran anggaran belanja modal ditaksir mencapai 35 persen dari nilai anggaran. Kebocoran ini berimplikasi pada rendahnya kualitas pelayanan public yang menjadi kewajiban pemerintah.

Bahkan, Indeks Persepsi Korupsi yang dikeluarkan oleh Transparansi Internasional Indonesia, pada tahun 2008 menunjukan bahwa Indonesia termasuk negara dengan IPK sangat rendah yang menempatkan Indonesia pada posisi 126 dari 180 negara. Angka IPK ini memang naik 0,3 point dari 2,3 [2007] menjadi 2,6 [2008], tetapi posisi Indonesia tetap masih di bawah negara-negara seperti Samoa, Tunisia, Ghana, Colombia, Gabon, dan Guatemala.

Dari aspek peningkatan daya saing daerah, otonomi daerah pun belum mampu meningkatkan daya saing daerah otonom. Hal ini karena kebijakan atau regulasi yang ada cenderung menghambat tumbuhnya iklim investasi di daerah yang bersangkutan. Salah satu faktornya adalah rumitnya pengurusan izin usaha sebagai langkah awal dalam memulai dan mengembangkan usaha.

Berdasarkan beberapa hasil studi yang telah dilakukan berbagai pihak, menunjukkan betapa rumitnya perizinan di Indonesia. misalnya biaya untuk mengurus izin usaha mencapai 3% sampai 10% dari modal usaha (Andadari, 1997), proses perizinan membutuhkan waktu 151 hari dengan biaya 104 USD (Bank Dunia; 2006), pungutan liar mencapai lebih dari 300% (Rustiani, TAF, 2000), biaya per prosedur setara dengan 194 USD, waktu menunggu keluarnya ijin mencapai 10 bulan. Hal tersebut berpotensi menghilangkan laba bersih sekitar 1.036 USD atau sekitar 90% dari total biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah usaha kecil (de Soto, 1992). Dapat disimpulkan bahwa masalah utama perizinan yang dihadapi di daerah adalah terlalu banyak izin, terlalu lama dan berbelit-belit, dan mahal.

Selain rumitnya perizinan, faktor lain yang dianggap menghambat perkembangan investasi adalah banyaknya peraturan-peraturan yang justru menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang menghambat iklim investasi di daerah dan berefek terbalik di tengah harapan bahwa pemerintah daerah seharusnya melakukan perbaikan kebijakan investasi dalam upaya pengembangkan lapangan kerja. Selain itu, peraturan-peraturan tersebut masih tumpang tindih antara satu dengan lainnya.

Kondisi-kondisi diatas tersebut secara nyata mempengaruhi rendahnya kualitas pelayanan public dan rendahnya daya saing daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya B_Trust terdorong untuk meminimalisir kondisi-kondisi tersebut dengan melakukan berbagai aktifitas. Mulai dari penelitian hingga Technical assistance kepada beberapa pemerintah daerah.

Procurement reform

Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan fairness, Accountability, Transparance, Efektive/efficiency, dan keterbukaan dalam praktek pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan prinsip-prinsip yang tertera dalam Keputusan Presiden no.80 tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/jasa Pemerintah. Upaya tersebut dilakukan B_Trust sejak tahun 2008 hingga saat ini dengan mendampingi Pemerintah Kota Cimahi, Kabupaten Indramayu dan Purwakarta untuk membentuk Pusat layanan Pengadaan (procurement centre)

Proses pembentukan unit ini di mulai dengan penguatan komitmen, penataan kelembagaan, Perumusan Kebijakan system/prosedur, rekruitmen SDM, sarana/prasarana hingga penerapan system elektronik procurement dalam seluruh kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah. Seluruh proses tersebut dilakukan secara partisipatif yang melibatkan aparat pemerintah, dan juga masyarakat/cso.

Komponen masyarakat yang terlibat secara partisipatif dalam kegiatan ini adalah asosiasi usaha, pelaku usaha, dan organisasi kepemudaan. Keterlibatan cso dalam proses pendampingan ini diawali sejak tahapan persiapan hingga sosialisasi. Sebagai contoh dalam pelaksanaan penelitian baseline survey, B_trust melibatkan organisasi kepemudaan untuk membantu melakukan survey tersebut. Sementara responden dari pelaku usaha, B_Trust juga bekerjasama dengan asosiasi usaha ditingkat local untuk mendapatkan kemudahan dalam mengakses dan mengumpulkan data perusahaan yang akan dilibatkan dalam survey ini. Selanjutnya setelah survey dilakukan, untuk mendapatkan gambaran yang lebih nyata tentang kondisi pengadaan, BTrust juga melakukan FGD validasi data, dimana peserta kegiatan ini dintaranya adalah pelaku usaha dan cso lainnya.

Hasilnya, saat ini telah terbentuk Pusat Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa (P3BJ) di pemerintah kota Cimahi, Unit Layanan Pengadaan (ULP) di pemerintah Kabupaten Indramayu dan Pusat Layanan pengadaan (PLP) di pemerintah Kabupaten Purwakarta. Bahkan proses tersebut juga telah mendorong pemerintah kabupaten purwakarta untuk menggunakan system elektronik (e-proc) dalam seluruh kegiatan pengadaan barang/jasa. Penggunaan e-proc ini salah satunya bertujuan untuk meminimalisir “ruang interaksi” antara panitia pengadaan dengan rekanan yang biasanya melahirkan KKN.

Bagian penting lain yang telah dilakukan B_Trust dalam konteks pendampingan ini adalah melakukan peningkatan kapasitas SDM, baik bagi pemerintah daerah (bagi PPK dan pegawai procurement centre) maupun bagi Penyedia barang/jasa. Pelibatan penyedia jasa dalam kegiatan ini adalah bagian dari upaya B_Trust dalam memberikan perhatian kepada penyedia barang/jasa lokal sehingga meningkatkan kemampuan teknis dalam mengikuti pelelangan.

Namun upaya-upaya yang dilakukan B_Trust tersebut belum sepenuhnya memuaskan, karena masih terdapat kekurangan yang harus segera diselesaikan. Salah satu yang paling mendasar adalah perlu adanya peraturan yang lebih tegas dari pemerintah pusat yang mengatur tentang bentuk kelembagaan, anggaran, serta status kepegawaian panitia yang bekerja di ULP. Hal ini karena Kepress 80/2003 yang menjadi dasar satu-satunya pembentukan ULP didaerah tidak menyebutkan secara spesifik hal-hal tadi. Disisi lain, pembentukan ULP didaerah juga dibatasi oleh berbagai peraturan lainnya salah satunya adalah PP 41/2007 yang membatasi pembentukan organisasi didaerah harus berdasarkan jenis urusan yang menjadi kewenangan daerah tersebut. Sementara itu kegiatan pengadaan tidak termasuk dalam kategori urusan seperti yang dimaksud dalam peraturan tersebut. Kondisi ini juga menjadi salah satu penyebab bagi daerah lain untuk “menunda” pembentukan ULP.

Selain itu, penyelenggaraan pengadaan barang/jasa yang baik dan bersih dari praktek-praktek KKN memerlukan dukungan dari masyarakat. Dukungan yang dimaksud adalah untuk menjamin bahwa ULP yang telah dibentuk tidak menyimpang dari harapan. Oleh karenanya pelibatan masyarakat/CSO/asosiasi usaha dalam melakukan monitoring dan evaluasi sangat penting, sehingga ULP dapat terus berjalan sesuai dengan tujuannya.

bertahun menunggu, kini telah berlalu..

Kecewa!, sebetulnya itu yang kurasakan ketika kudengar kabar bahwa istriku tak memenuhi syarat sebagai penerima beasiswa S2 tahun ini. betapa tidak, kesempatan itu telah lama sekali kami tunggu sebagai upaya agar kami bisa berkumpul lagi (setidaknya 2 tahun selama masa studi).

baru tahun ini istriku berhak mengikuti kompetisi penerima beasiswa s2, sebelumnya belum boleh!. kami pun langsung berandai-andai dengan penuh harapan, kalau seandainya dapat, kami akan tinggal dibandung (berkumpul lagi), meskipun harus cari kontrakan, ga apa-apa yang penting kami bisa bersama-sama lagi. apalagi bandung, merupakan kota "terideal" diantara kota-kota yang menjadi favorit kami di Indonesia. wah luar biasa, ibarat rejeki nomplok nih kalo seandainya istriku dapat beasiswa di bandung. kalaupun kami sekarang menempati rumah sendiri di Bogor, kami rela meninggalkannya sementara demi bisa hidup berkumpul dan bersama di bandung, meskipun harus ngontrak!. begitulah kira-kira besarnya harapan kami agar istriku ditakdirkan untuk menerima beasiswa s2 tersebut.

namun harapan itu sedikit-sedikit mulai ku kikis, setelah kudengar cerita istriku bahwa dia tak mampu menjawab soal-soal TPA dengan baik, bahkan katanya, banyak soal yang tidak terisi, padahal soalnya multiple choice, artinya kalo kepepet, kita tinggal pilih aja salah satu diantaranya (siapa tahu pilihan kita tepat). alasannya klasik, karena ngelamun!!. sebetulnya aku kecewa mendengar alasan itu, tapi tak perlu kutunjukan kepadanya bahwa aku marah atau kecewa. apalagi aku tahu bahwa malam sebelumnya dia hampir tidak tidur sama sekali karena anak kami sering terbangun, dan dia sibuk belajar. akhirnya kurang tidur, dan mungkin itupula yang menyebabkan istriku kurang fit dalam menjalani ujian. aku yakin sekali, kalau faktor itu tidak terjadi, pasti istriku akan berhasil. karena kutahu istriku termasuk perempuan cerdas.

apa mau dikata, itulah yang terjadi..dan aku harus siap dengan segala kondisi. semoga ini semua menjadi pelajaran berarti untuk semuanya. semoga ada hal yang jauh lebih baik untuk kami, dibandingkan melalui "beasiswa" itu.

Kamis, 12 Agustus 2010

METAMORFOSA KELEMBAGAAN PROCUREMENT CENTRE DI KABUPATEN PURWAKARTA

Pengadaan barang/jasa yang dilakukan baik di pemerintah pusat maupun daerah merupakan fungsi yang melekat pada instansi pengguna barang/jasa sebagai ketentuan pendukung bagi terlaksanannya urusan yang menjadi kewenangannya. Oleh karena itu, kepres 80 tahun 2003 menyebutkan bahwa panitia pengadaan dibentuk di instansi pengguna barang/jasa. Namun berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilakukan di masing-masing instansi pengguna barang/jasa masih sangat rentan terhadap kendala dan permasalahan.

Salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah terbatasnya jumlah aparat yang bersertifikat, padahal kepemilikan sertifikat merupakan persyaratan untuk menjadi panitia pengadaan barang/jasa. Akibatnya praktik pinjam orang/aparat yang bersertifikat untuk dijadikan panitia sering dilakukan oleh satu instansi kepada instansi lainnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan terganggunya tupoksi instansi tersebut. Selain itu, keterbatasan jumlah panitia bersertifikat juga dapat berakibat pada terlambatnya jadwal kegiatan pengadaan dari waktu perencanaannya.

Melihat permasalah ini, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 sebagai bentuk perubahan terhadapap Kepress 80 tahun 2003 tentang pedoman penyedia barang/jasa. Perpres tersebut mengatur tentang kemungkinan dilakukannya pemusatan kegiatan pengadaan baik di pemerintah pusat maupun didaerah. Pemusatan kegiatan pengadaan ini dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP/Procurement Unit). ULP ini memiliki tugas sebagai unit yang menyelenggarakan pengadaan barang/jasa pemerintah secara terpusat. unit ini terdiri dari pegawai-pegawai yang telah memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa. Meskipun demikian, namun masih sedikit pemerintah daerah yang memiliki unit ini.

Salah satu penyebab sedikitnya daerah yang membentuk ULP adalah belum ada payung hukum yang dengan jelas menetapkan pembentukan Unit Layanan Pengadaan beserta kewenangan dan struktur organisasinya. Penyebab lainnya adalah perpres tersebut dibatasi oleh peraturan perundang-undangan lainnya, diantaranya adalah Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Berdasarkan PP ini, pelayanan pengadaan bukan termasuk sebagai urusan.

Walaupun demikian, beberapa daerah kabupaten kota telah berhasil membentuk ULP. Bahkan diantaranya telah menjadi best practices dan menjadi acuan bagi daerah lain. Diantara daerah yang telah diangga berhasil tersebut diantaranya adalah Pemerintah Kota Surabaya, Pemerintah Kota Cimahi, Banjar baru dan lain sebagainya.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Purwakarta pun menyadari bahwa pembentukan ULP merupakan kebutuhan yang harus segera diwujudkan untuk menciptakan kondisi ideal pengadaan barang/jasa. Oleh karenanya pada tahun 2008, Kabupaten Purwakarta membentuk ULP yang bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Sejak saat itulah pengelolaan pengadaan barang/jasa di Pemerintah Kabupaten Purwakarta dipusatkan di ULP.

Perkembangan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Kabupaten Purwakarta
Peraturan Bupati Nomor 14 Tahun 2008 tentang pembentukan Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang dikeluarkan pada tanggal 29 Mei 2008, Bupati Purwakarta membentuk Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa (ULP) Pemerintah Kabupaten Purwakarta. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati ini, maka semua pengadaan barang/jasa Pemerintah yang bernilai diatas Rp. 100.000.000,- harus dilelangkan melalui ULP. Namun ULP pun dapat melayani pengadaan dibawah Rp. 100.000.000,- jika diminta oleh SKPD yang bersangkutan.

Pusat Layanan Pengadaan
Setelah ULP berpengalaman dalam melakukan pengadaan selama satu tahun, pemerintah kabupaten purwakarta menyadari bahwa ULP yang telah dibentuk tersebut masih menyisakan beberapa masalah baik terkait dengan kelembagaan, sistem dan prosedur, SDM, sarana/prasarana dan lain sebagainya. Kondisi ini akhirnya mendorong pemerintah kabupaten purwakarta untuk meningkatkan kapasitas ULP tersebut bekerjasama dengan Bandung Trust Advisory group (B_Trust) yang didukung oleh European Union Comission (Uni Eropa). Kerjasama peningkatan kapasitas kelembagaan ini telah berhasi membentuk Pusat Layanan Pengadaan (PLP) Kabupaten Purwakarta yang dilengkapi dengan Prosedur Standar Operasional serta Standar Pelayanan Pusat Layanan Pengadaan.

Pusat Layanan Pengadaan (PLP) dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 30 Tahun 2009 tentang Pembentukan Pusat Layanan Pengadaan Barang/jasa pemerintah. Ketua PLP dijabat oleh pejabat eselon II b, hal ini dilakukan untuk mempermudah proses koordiansi yang selama ini sering mengalami hambatan. Dalam struktur PLP juga terdapat Sekretariat yang bertugas untuk mengurusi hal-hal yang terkait dengan administrasi pengadaan barang jasa, tujuannya agar panitia pengadaan dapat lebih fokus kepada tugasnya dalam melakukan pemilihan penyedia barang/jasa.

Selain itu, pemilihan penyedia barang/jasa pada PLP Kabupaten Purwakarta dilakukan dengan menggunakan sistem elektronik (e-proc). Penggunaan sistem ini salah satu tujuan utamanya adalah untuk membatasi ruang interaksi antara panitia pengadaan dengan penyedia barang/jasa. Selain itu sistem ini juga diharapkan dapat menjamin pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan lebih efektif, efisien, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Penggunaan sistem ini dilakukan bekerja sama dengan LPSE Jawa Barat.

Beberapa upaya yang dilakukan tersebut diharapkan dapat memperbaiki sistem pengadaan barang/jasa dibandingkan dengan sebelumnya, sehingga dapat memberikan manfaat bagi pembangunan, serta membawa kesejahteraan kepada masyarakat Kabupaten Purwakarta.

PERCEPATAN PEMBANGUNAN MELALUI REFORMASI PENGADAAN BARANG/JASA DI KABUPATEN PURWAKARTA

(dimuat dalam Buletin Procurement,kerjasama B_Trust dengan Europen Union)

Dasar pemikiran dibentuknya daerah otonom menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Selain hal tersebut, juga diharapkan dapat terwujudnya peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokratisasi, pemerataan, keadilan, kekhususan dan potensi daerah serta tertib administrasi pemerintah daerah.

Ketertiban dibidang Administrasi Pemerintah Daerah akan tercapai jika perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pemerintah serta pembangunan dilakukan melalui tata pemerintahan yang baik (Good Governance), antara lain dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Sementara itu, data menunjukkan bahwa sebanyak 24 dari 33 kasus atau 77 persen kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan kasus tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah. Sementara, hasil kajian Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia yang tertuang dalam Country Procurement Assessment Report (CPAR) tahun 2001 menyebutkan kebocoran dalam pengadaan barang/jasa pemerintah sebesar 10-50 persen.

Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah kabupaten Purwakarta membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) melalui Peraturan Bupati nomor 14 tahun 2008 tentang Pembentukan Unit Layanan Pengadaan pada Pemerintah kabupaten Purwakarta. Ide dasar pembentukan ULP ini adalah melakukan pemusatan seluruh kegiatan pengadaan pemerintah kedalam institusi tertentu sebagai upaya agar pemilihan penyedia barang/jasa dilakukan lebih efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Selain itu, ULP juga dibentuk untuk mensiasati keterbatasan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa.

Masalah pengadaan
Setelah ULP tersebut beroperasi selama satu tahun anggaran (2008), beberapa keluhan masih sering muncul dari berbagai pihak, baik dari pihak rekanan, SKPD, maupun dari ULP sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Tim Procurement Reform B_Trust yang tertuang dalam Baseline Report (2009) menunjukan bahwa keluhan tersebut diakibatkan oleh beberapa permasalahan utama, diantaranya adalah: pertama, terjadinya beban psikologis yang dihadapi panitia karena tingginya resiko yang ditanggung dalam kasus-kasus yang seringkali berujung dipihak kejaksaan dan kepolisian. Kondisi ini juga mengakibatkan terganggunya jadwal kegiatan pengadaan yang telah ditetapkan karena biasanya panitia lebih terfokus untuk menghadapi kasus yang dialaminya. Ditambah lagi kasus tersebut (biasanya) tidak mendapat backup atau bantuan hukum dari pihak pemerintah, Faktor-faktor ini dapat menjadi salah satu penyebab keengganan pegawai-pegawai pemerintah dalam mengikuti ujian sertifikasi keahlian pengadaan, sehingga menyebabkan keterbatasan jumlah pegawai yang bersertifikat.

Kedua, Idealnya Panitia pengadaan bekerja secara profesional dan independen. Namun dalam prakteknya saat ini panitia masih rentan terhadap “gangguan” dan tekanan. Salah satu penyebabnya karena proses pemilihan penyedia barang/jasa dilakukan secara manual yang memungkinkan tingginya tingkat interaksi baik antar rekanan sendiri, maupun antara rekanan dengan Panitia. Interaksi ini dimulai dari pendaftaran, Aanweijzing, pemasukan penawaran, hingga penentuan calon pemenang. Interaksi ini menimbulkan terbukanya peluang untuk melakukan tekanan-tekanan baik bersifat psikologis maupun fisik yang biasanya bertujuan untuk memaksakan agar paket-paket yang dilelangkan ”diberikan” kepada dirinya atau anggota kelompoknya.

Selain itu, tekanan juga sering muncul dari kalangan birokrat sendiri. Tekanan dari pihak birokrat biasanya dilakukan oleh atasan langsung. Seringkali panitia tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti “kenginginan”atasannya tersebut. Tekanan dari pihak birokrat terjadi karena status kepegawaian pegawai ULP memiliki peran ganda yaitu sebagai pegawai SKPD yang secara struktural memiliki atasan.

Ketiga, saat ini ULP tidak memiliki perangkat yang bertugas melakukan kegiatan administrasi dan management pengadaan. Selama ini fungsi-fungsi administrasi dan management pengadaan dilakukan secara fungsional oleh ketua yang dibantu oleh sekretaris karena staf lain hanya bersifat sebagai tugas perbantuan. Artinya, staf-staf tersebut hanya berkantor di ULP jika ada kegiatan pengadan. Konsekwensinya, ketua melakukan tugas-tugas pra-kegiatan pengadaan sebagai seorang single fighter.

Pembenahan
Beberapa permasalahan utama tersebut telah menyebabkan kekecewaan baik dari pihak panitia maupun rekanan. Oleh karena itu, seyogyanya Pemerintah kabupaten Purwakarta bersegera melakukan beberapa pembenahan, diantaranya adalah pertama, pemerintah daerah harus berani mem-backup dengan memberikan bantuan hukum untuk setiap kasus yang terkait dengan kegiatan pengadaan. Ini penting untuk dilakukan agar setiap panitia merasa diperhatikan dan dilindungi.

Kedua, perlu dilakukan re-design terhadap kelembagaan ULP. Design yang harus dilakukan adalah diantaranya pemisahan antara ketua ULP dan panitia, dalam kata lain ketua tidak boleh merangkap sebagai anggota, sehingga ketua dapat lebih fokus dalam melakukan tugas-tugas managemen. Selain itu, ULP harus memiliki perangkat yang berfungsi melakukan tugas-tugas administratif sebagai supporting unit terhadap tugas-tugas panitia. Banyak hal lagi yang harus dikaji ulang terkait kelembagaan, SDM, sarana-prasarana dan lain sebagainya.

Terakhir, Perlu dilakukan terobosan yang dapat membatasi “ruang” interaksi diantara penitia dan rekanan sehingga “tekanan” dapat diminimalisir. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan penggunaan system elektronik (electronic Procurement/e-proc) dalam setiap tahapan pengadaan seperti yang telah dilakukan oleh beberapa daerah, salah satunya adalah Pemerintah Kota Surabaya.

Selain bisa memperkecil peluang hubungan langsung antara peserta, penggunaan system e-proc oleh Pemkot Surabaya juga telah berhasil meningkatkan partisipasi pengusaha kecil dimana 73 % pemenang lelang adalah pengusaha kecil pada tahun 2005. Waktu yang dibutuhkan untuk satu putaran lelangpun berkurang dari yang biasanya 36-45 hari menjadi 28 hari saja. Dari segi efisiensi, pada tahun 2004 terjadi efisiensi hingga 25%, sedangkan pada tahun 2005 sebesar 21% dan tahun 2006 mencapai 23%. Efisiensi terhadap biaya proses bisa mencapai 80% karena adanya pengurangan penggunaan kertas kerja yang sangat signifikan.

Dengan demikian, ketiga formulasi tersebut sedapat mungkin untuk segera dilakukan, mengingat pengadaan merupakan penunjang utama pembangunan. Oleh karena itu, model pembaharuan yang tepat menjadi salah satu kunci sukses untuk segera mewujudkan kesejahteraan masyarakat menuju Digjaya Purwakarta seperti yang menjadi harapan selama ini. Wallahu’alam

penistaan terhadap idealisme

baru tersadarkan, atau selama ini berusaha membohongi diri bahwa kenyataannya aku terus bergumul dengan tempat pelacuran. melacurkan idealisme untuk uang recehan. sungguh sedih ketika idealisme hanya menjadi kantong kresek yang indah untuk membungkus kebusukan menjadi keindahan, kecacatan menjadi kesempurnaan, dan kesemrawutan menjadi ketertataan...hebatnya.

tak dipungkiri bahwa realitas kehidupan menuntut ini dan itu, tetapi bukan berarti harus melacurkan idealisme untuk pemenuhan tersebut. tidak segala cara harus kita tempuh asalkan menghasilkan rupiah kan?

sedari awal kukira, aku bisa hidup bersinergi dengan ketercapaian idealisme yang selama ini menjadi bendera kita. tapi ternyata kini baru kutahu bahwa idealisme hanya bendera yang tak memiliki ruh sama sekali.

hingga kini, aku masih meyakini bahwa sesungguhnya aku bisa hidup tanpa harus menginjak-nginjak idealismeku sendiri. tak perlu ada kepura-puraan. tunjukanlah kenyataannya. biar mereka tahu. tak perlu malu atau ragu, apalagi khawatir akan mati kelaparan karena setia pada idealisme.

saatnya berfikir ulang, jalan lain yang harus kutempuh. jalan yang "aman" agar aku tetap eksis tanpa harus turut menistakan idealismeku sendiri!

Selasa, 10 Agustus 2010

Harapan yang terhapus

Besok mulai puasa, hari pertama di ramadhan Tahun ini. inginku bisa berkumpul bersama keluarga tercintaku, tapi tak bisa kulakukan. begitupun anak istriku pun mengharapkan hal yang sama. Tapi apalah daya, tak semua yang kita harapkan dapat diwujudkan menjadi kenyataan. semua berpulang kepada Izin-Nya..

Semoga kekecewaanku dan keluargaku dapat terganti dengan limpahan nikmat dan rahmat yang senantiasa terlimpah kepada kami yaa..Allah. Semoga Istri dan anakku pun memaklumi dan memaafkanku..I love them..

Jumat, 06 Agustus 2010

Kekosongan diantara Ramadhan..

Ramadhan tahun ini diperkirakan jatuh pada hari rabu, 11 Agustus 2010. hmmm..tak terasa telah semakin dekat dengan Ramadhan..hanya tinggal beberapa hari lagi. ada rasa senang, meskipun sejujurnya ga tau kenapa aku merasakan itu. Ada juga rasa sedih yang kurasa, dan itu lebih jelas alasannya.

Begitu nikmatnya hidup di dunia ini, kadang membuat kita lupa waktu, sibuk ini-itu, membuat kita tak pernah sadar bahwa waktu terus berjalan, setiap detik berlalu, berganti menit, lalu berganti jam dan akhirnya berganti tahun..dan tak pernah tahu jatah waktu kita didunia ini sampai kapan berakhir. rasanya baru kemarin merasakan Ramadlan, kini telah mengampiri Ramadhan lagi..bukan menyesali atas kedatangan Ramadhan tahun ini, tetapi lebih karena selama jeda antar ramadhan tahun lalu dengan tahun ini, tak ada perubahan amal ibadah yang seharusnya semakin meningkat. Astaghfirullohaladzim..

kata Ustadz dan para santri, Ramadhan adalah momentum pelatihan untuk mengarungi hidup di 11 bulan selanjutnya. tapi rasanya hasil pelatihanku di Ramadhan tahun lalu tak berdampak apa-apa pada kehidupan 11 bulan yang juga saat ini hampir tamat kulalui. Aku menyesal, marah, sekaligus sedih ketika tersadarkan bahwa kini Ramadhan akan menghampiri lg, dan aku belum melakukan apa-apa..

Hampir selama 11 bulan yang kulalui, tak seharipun ku melakukan puasa sunnah. Sholat berjamaah di mesjid pun sangat jarang, apalagi baca Qur'an. aku malu atas limpahan rahmat dan nikmat yang Allah berikan kepada kehidupanku yang tak pernah henti, ternyata tak membuatku lebih meningkatkan kesholehanku sebagai muslim. Aku malu karena Allah memberikan segala kemudahan dalam hidupku, tp aku kurang bersyukur..

yaa Allah..maafkan aku..Semoga tulisan ini pun di nilai sebagai bentuk penyesalanku atas keterlenaanku dan hampir melupakan bahwa aku hanyalah mahluk, yang juga memiliki kewajiban untuk terus bersyukur dan beramal sholeh.

Aku bersyukur atas segala limpahan rahmat dan nikmatmu kepadaku ya Allah..aku sangat sadar bahwa segala kenikmatanku adalah karena karunia-Mu. Semoga kesadaran dan syukur ini pun dapat diimplementasikan dengan meningkatkan Ibadah..khususnya di Ramadhan yang sebentar lagi ku jelang, dan jelas..akupun berharap ada hasil dari "pelatihanku" pada Ramadhan tahun ini di kehidupan sehari-hari selanjutya..

Terus limpahkanlah Rahmat dan Hidayah, serta Nikmat Mu yang tak pernah henti kepada ku sekeluarga serta saudara dan teman-temanku ya Allah..