Senin, 21 November 2016

Reformasi Pengadaan Barang/Jasa melalui Pembenahan Unit Layanan Pengadaan di Daerah



Semakin hari isu pengadaan semakin kompleks. ULP tidak hanya menghadapi  isu yang berkaitan dengan pemilihan penyedia saja. Lebih jauh dari itu ULP menghadapi permasalahan yang melampaui kewenangannya khususnya yang selama ini hanya terbatas dalam melaksanakan pemilihan penyedia saja. Misalnya, ULP menghadapi permasalahan hukum atau bentuk persengketaan lainnya. ULP juga menghadapi permasalahan ketidakmatangan proses perencanaan yang berdampak pada rendahnya kualitas penyedia yang terpilih. Permasalahan lainnnya misal tingginya intervensi, rendahnya kapasitas PA/KPA/PPK dan penyedia, jabatan fungsional dan lain-lain. Permasalahan-permasalahan tersebut terjadi berulang pada setiap tahunnya. 

Permasalahan yang terjadi secara berulang pada setiap tahun tersebut terjadi di setiap K/L/D/I. kondisi ini dapat dimengerti karena saat ini, setiap pihak yang terlibat pada setiap proses pengadaan bekerja secara sendiri-sendiri tanpa ada pihak yang mengkoordinasikan dan menjamin setiap pihak yang terlibat memiliki kapasitas/kapabilitas dalam melaksanakan tugas/fungsinya. Sehingga perencanaan anggaran seringkali tidak relevan dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebutuhan perencanaan pengadaan.  Begitu juga rencana pengadaan yang dilakukan kerap tidak sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pemilihan penyedia, sehingga berdampak pada kualitas penyedia yang tidak mampu menyediakan barang/jasa sesuai harapan.

Revitalisasi Peran dan Fungsi ULP
Kondisi tersebut menuntut kinerja ULP yang lebih profesional dengan perluasan peran sebagai quality assurance atau penjamin mutu kualitas pengadaan. Konsekwensinya, ULP tidak hanya bertugas untuk melaksanakan kegiatan pemilihan penyedia saja, melainkan jauh lebih dari itu, ULP harus berperan dalam memastikan lingkungan pengadaan (PA/KPA/PPK, ULP dan Penyedia) memiliki kompetensi dan kapasitas yang memadai dalam melaksanakan tanggungjawab dan kewenangannya masing-masing. Konsekwensi lainnya ULP pun harus memastikan setiap tahapan proses (perencanaan, pemilihan dan pelaksanaan pekerjaan) yang kewenangannya terdistribusi pada beberapa pihak tersebut dilaksanakan dengan baik sesuai dengan kebutuhan pengadaan dan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian proses perencanaan (pemaketan pekerjaan, nilai anggaran, kode rekening anggaran dll) sesuai dengan kebutuhan proses pemilihan penyedia, dan pelaksanaan pekerjaan, sehingga menghasilkan barang/jasa yang sesuai dengan harapan. Hal ini menjadi penting mengingat, meskipun dari aspek kewenangan proses setiap tahapan tersebut saat ini berada pada beberapa pihak, namun kenyataannya kualitas proses perencanaan akan mempengaruhi terhadap kualitas proses pemilihan. Begitupun kualitas pemilihan akan berbengaruh besar pada kualitas penyedia yang pada akhirnya berdampak pada kualitas barang/jasa yang dihasilkan. Dengan demikian, proses perencanaan, proses pemilihan penyedia dan proses pelaksanaan pekerjaan merupakan proses yang wajib sinergi karena saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Disinilah letak peran penting ULP.

Hal penting lainnya adalah berkenaan dengan perlindungan hukum dan pengelolaan sistem informasi pengadaan barang/jasa. Perlindungan hukum menjadi sangat penting mengingat secara aktual para pegiat pengadaan barang/jasa sangat rentan menghadapi sengketa bahkan permasalahan hukum. Kondisi ini sedikit banyak telah menimbulkan keragu-raguan dan gangguan psikologis bahkan ketakutan bagi para personel untuk aktif dibidang pengadaan barang/jasa. Dalam konteks ini, ULP harus diperankan sebagai Liason officer jika ada permasalahan-permasalahan hukum yang dihadapi PA/KPA/PPK dan personel ULP berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang/jasa. ULP diberikan kewenangan untuk berkoordinasi, mendampingi proses hukum bahkan memfasilitasi konsultan hukum. Jauh lebih penting lagi adalah melakukan pencegahan timbulnya permasalahan hukum dengan mengembangkan berbagai SOP, mekanisme dan kode etik. Pelibatan ahli hukum juga dapat diperankan untuk memastikan dokumen kontrak dan dokumen hukum lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan menjawab kebutuhan pemerintah.

Terakhir, pengelolaan dokumen/informasi yang terkait dengan pengadaan barang/jasa. Dengan adanya ULP, diharapkan pengelolaan seluruh informasi/dokumen yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa lebih terintegrasi, sehingga memudahkan dalam pengelolaan termasuk melakukan analisa kondisi pengadaan barang/jasa di lingkup kewenangannya. Dengan demikian, ULP dapat memberikan input kepada pengambil kebijakan terkait dengan pembenahan kebijakan yang perlu dilakukan. Disisi lain ULP juga dapat melakukan perencanaan kegiatan untuk tahun selanjutnya berbasis data yang akurat, misalnya ULP dapat mengidentifikasi jenis pembinaan yang diperlukan kepada PA/KPA/PPK berdasarkan analisis terhadap kekurangan pengetahuan/kemampuan yang tergambar dari dokumen yang ada.

Pembenahan Kelembagaan
Tingginya beban kerja ULP tersebut menuntut organisasi yang permanen dan memiliki kapasitas yang memadai untuk melaksanakan seluruh fungsinya. Dengan kata lain, ULP tidak boleh berbentuk ad-hoc.  Menurut kajian LKPP (2013), ULP adhoc memiliki banyak kelemahan, yaitu rawan pengaruh kepentingan dan intervensi; kemampuan dan kompetensi pelaksana pengadaan sangat bervariasi; profesionalitas tidak terjamin dan tidak terukur; pelaksanaan kurang fokus karena pelaksana masih merangkap jabatan/kegiatan lain; akumulasi keahlian, pengalaman, dan keterampilan pelaksana tidak efektif; tidak ada jaminan peningkatan karier di bidang PBJP; dan pengelolaan arsip, dokumentasi serta informasi tidak dapat dilakukan dengan baik.

Secara konsep, komponen organisasi ULP  sekurang-kurangnya terdiri dari struktur, fungsi dan sumber daya manusia yang akan menjalankan organisasi. Struktur organisasi adalah bentuk pembagian pekerjaan,  pengelompokan dan pengkoordinasian yang dilakukan oleh setiap unsur organisasi dalam mencapai tujuan bersama. Tujuan bersama tersebut merupakan representasi dari fungsi organisasi, yang menggambarkan tugas dan peran organisasi dan masing-masing unsur organisasi tersebut. Dalam konteks ULP, maka fungsi ULP adalah menjadi pelaksana sekaligus penanggungjawab kegiatan pengadaan barang/jasa. 

Komponen terakhir adalah sumberdaya manusia yang bekerja secara terfokus dan terus menerus dalam melaksanakan misi organisasi. Dalam kata lain, tingginya beban ULP yang tidak sekedar melaksanakan kegiatan pemilihan penyedia an-sich seperti yang telah diuraikan diatas, menuntut SDM yang penuh waktu dan profesional.

Pengorganisasian ULP di Daerah : Sekretariat Daerah atau Badan?
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diundangkan 2 tahun yang lalu merupakan pengganti dari UU 32 tahun 2004. Dengan demikian seluruh peraturan turunannya turut berganti pula termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang diganti dengan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Dengan demikian, maka pengorganisasian perangkat daerah, harus mengacu pada peraturan-peraturan tersebut.

Bila merujuk pada ketentuan UU 23/2014, khususnya pasal 219, telah memberikan kesempatan bagi daerah untuk membentuk Badan yang didasarkan pada kebutuhan fungsi lain untuk menunjang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dengan demikian maka pengorganisasian ULP menjadi setingkat Badan, sangat dimungkinan bila melihat ketentuan ini, karena Kompleksnya kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh ULP pada dasarnya merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi penunjang urusan pemerintahan. Perdebatan selanjutnya, apakah betul fungsi ULP merupakan fungsi penunjang (badan) dan bukan fungsi sekretariat daerah?. Untuk menjawabnya, maka kita perlu mengidentifikasi karakteristik ULP terlebih dahulu.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, terutama dalam hal ini adalah Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa dan Peraturan Kepala LKPP no 5 tahun 2012 tentang ULP, telah menjelaskan karakteristik ULP. Secara sederhana, sekurang-kurangnya dapat disarikan kedalam 3 point utama, yaitu, pertama, bahwa ULP dibentuk untuk menjamin agar pelaksanaan pengadaan lebih terpadu/ terintegrasi sesuai dengan tata nilai pengadaan, serta untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan fungsi KLDI. Dengan demikian maka pembentukan ULP dimaksudkan untuk mengemban tanggungjawab yang luas, yang tidak sekedar melaksanakan pemilihan penyedia saja. Kedua, Perpres 54/2010, khususnya pasal 14, menegaskan bahwa ULP harus memberikan pelayanan/pembinaan pengadaan barang/jasa. Menurut ketentuan ini, maka semakin menegaskan bahwa ULP wajib melakukan pembinaan untuk meningkatkan kapasitas lingkungan pengadaan, baik itu kapasitas PA/KPA/PPK, maupun penyedia barang/jasa. Dan terakhir, dalam konteks ULP sebagai pelaksana pemilihan penyedia, maka hakikatnya ULP melakukan proses evaluasi dan pengambilan keputusan yang pada dasarnya merupakan kebijakan untuk memilih penyedia barang/jasa tertentu.

Sementara itu, merujuk pada PP 18/2016, maka karakteristik Sekretariat Daerah dan Badan,  dapat digambarkan sebagai berikut:

Setda
Badan
Sekretariat Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas membantu bupati/wali kota dalam penyusunan kebijakan dan pengoordinasian administratif terhadap pelaksanaan tugas Perangkat Daerah serta pelayanan administratif. (pasal 29)
Badan Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas membantu bupati/wali kota dalam melaksanakan fungsi penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota (pasal 46)
a. pengoordinasian penyusunan kebijakan Daerah;
b. pengoordinasian pelaksanaan tugas satuan kerja Perangkat Daerah; 
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Daerah;
d. pelayanan administratif dan pembinaan aparatur sipil negara pada instansi Daerah;
a. penyusunan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
b. pelaksanaan tugas dukungan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas dukungan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
d. pembinaan teknis penyelenggaraan fungsi-fungsi penunjang Urusan Pemerintahan Daerah sesuai dengan lingkup tugasnya;


Berdasarkan tabel diatas, Karakteristik fungsi unit kerja pada Sekretariat Daerah tidak sesuai dengan karakteristik fungsi ULP, dan memiliki kecenderungan lebih sesuai dengan karakteristik Badan. Ketidak sesuaian antara karakteristik ULP dengan Sekretariat Daerah ini, dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Sekretariat Daerah memiliki karakteristik fungsi sebagai pengoordinasian penyusunan kebijakan Daerah; sementara fungsi ULP tidak dalam kapasitas mengkoordinasikan kebijakan daerah melainkan melakukan penyusunan kebijakan teknis pengadaan barang/jasa
b.      Sekretariat Daerah memiliki karakteristik fungsi sebagai pengoordinasian pelaksanaan tugas satuan kerja Perangkat Daerah; sementara ULP tidak melaksanakan pengoordinasikan tugas satuan kerja Perangkat Daerah melainkan berfungsi sebagai  pelaksana tugas dukungan teknis pengadaan barang/jasa.
c.       Sekretariat Daerah memiliki karakteristik fungsi dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan  kebijakan daerah; sementara ULP tidak melaksanakan fungsi dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan  kebijakan daerah melainkan berfungsi sebagai  pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas dukungan teknis pengadaan barang/jasa.
d.      Sekretariat Daerah memiliki karakteristik fungsi sebagai pelayanan administratif dan pembinaan aparatur sipil negara pada instansi Daerah; sementara ULP tidak melaksanakan fungsi fungsi administratif melainkan memberikan dukungan substantif melalui pengadaan barang/jasa terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Perangkat Daerah. Selain itu fungsi pembinaan pada ULP mencakup pembinaan berkaitan dengan pengadaan barang/jasa kepada pihak internal (PA/KPA, PPK, Pokja) dan eksternal (Penyedia Barang/Jasa) tidak sesuai dengan fungsi Sekretariat Daerah yang hanya melaksanakan pembinaan aparatur sipil negara pada instansi daerah (internal) saja. Dengan demikian maka ULP tidak dapat ditempatkan menjadi salah satu unit kerja Sekretariat Daerah.

Penutup
Pembenahan ULP merupakan tantangan terhadap kebutuhan aktual yang harus dijawab oleh semua pihak. Sekurang-kurangnya ada tiga lembaga di Pemerintah pusat yang perlu duduk bersama dan bersinergi dalam mengawal pembenahan ULP ini. LKPP, KemenDagri dan KemenPAN perlu bersama-sama menyusun Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengakomodasi pengorganisasian ULP tersebut, sekaligus sebagai pengganti dari Peraturan Menteri Dalam Negeri no 99 tahun 2014 tentang Pedoman Pembentukan ULP di lingkungan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Melalui peraturan tersebut, nantinya semakin mempermudah pemerintah daerah dalam membentuk dan menerapkan ULP di Daerahnya.

Selain itu, LKPP pun dapat segera melakukan penyusunan/perubahan beberapa peraturan untuk mempertegas  peran dan fungsi ULP, sehingga ULP daerah memiliki landasan yang lebih operasional dalam melaksanana peran/fungsinya.  Lebih ideal dan lebih strategis lagi, bila LKPP dapat menerbitkan pedoman teknis yang terperinci yang salah satu bagiannya memuat standar minimal ULP Kab/kota/provinsi. Selain dapat dijadikan alat ukur kinerja ULP di daerah, pedoman ini juga akan mempermudah daerah untuk membangun dan menerapkan ULP sesuai dengan yang dicita-citakan bersama. Dan tentunya masih banyak lagi yang perlu dilakukan.

Namun lebih dari itu, perlu kita sadari bahwa perubahan hanya dapat dilakukan bila setiap dari kita memiliki kesamaan pandangan dan komitmen untuk menuju pengadaan barang/jasa yang lebih baik. Dan ini adalah Pekerjaan Rumah (PR) kita bersama untuk mewujudkannya. 

Bdg, 210112016