Senin, 31 Oktober 2011

EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH NO 1 TAHUN 2007 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG

Konteks
Esensi pembangunan adalah keseluruhan aktivitas yang berjalan simultan, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi guna mencapai tujuan ke arah perubahan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Seluruh aktivitas tersebut didukung oleh kebijakan pembangunan, sehingga menjadi pedoman yang representatif dalam meningkatkan nilai tambah dalam upaya pencapaian perubahan tersebut. Dalam prosesnya, kebijakan pembangunan perlu senantiasa melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi sehingga arah kebijakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena hakikatnya pembangunan adalah upaya dalam mencapai kesejahteraan masyarakat

Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Senada dengan itu, Chambers (2002) dalam Mikkelsen(2005), menyatakan bahwa Peran serta masyarakat dalam pembangunan saat ini sangat berguna karena diharapkan pembangunan tidak hanya oleh pemerintah saja namun masyarat sebagai penggunapun diharapkan mampu berperan serta aktif, seperti bentuk semu, praktik kerjasama dan proses pemberdayaan.

Salah satu aspek yang penting dalam pembangunan adalah penganggaran. Baik ditingkat pusat maupun daerah, kebijakan anggaran merupakan bentuk akhir dari kebijakan pembangunan. Oleh karena itu idealnya anggaran pembangunan selalu berbanding lurus dengan kebijakan pembangunan itu sendiri.

Proses penganggaran saat ini pada hakikatnya telah mengadopsi model top-down, baik di pusat maupun daerah. Khususnya di Daerah, keterlibatan masyarakat dalam proses anggaran menjadi bagian yang penting untuk menciptakan sinergi antara kebijakan pembangunan daerah yang diwujudkan melalui anggaran (APBD) dengan kebutuhan nyata yang dihadapi masyarakat.

Paradigma Otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan anggaran (Sopanah, 2004). Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam anggaran adalah proses penyusunan anggaran daerah melalui Musyawarah Pembangunan Daerah.

Masalah Umum Perencanaan dan Penganggaran
Secara khusus, partisipasi masyarakat dalam musrembang telah diatur dalam Undang-undang nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang secara teknis pelaksanaannya diatur melalui SEB Meneg Bappenas dan Mendagri tentang Petunjuk Teknis penyelenggaraan Musrembang yang diterbitkan setiap tahun. Musrembang berfungsi sebagai forum untuk menghasilkan kesepakatan antar pelaku pembangunan yang menitik beratkan pada pembahasan untuk sinkronisasi rencana kegiatan antar Pemerintah dan Masyarakat dalam mencapai tujuan pembangunan daerah.

Fakta di lapangan berdasarkan pengamatan penulis, partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan masih sangat kecil. Hal ini dianggap sebagai akibat dari apatisme masyarakat terhadap pelaksanaan musrembang itu sendiri. musrembang masih dianggap sebagai acara rutin tahunan yang lebih bersifat formalitas, karena Musrembang baik di tingkat desa ataupun kecamatan hanya berfungsi sebagai forum untuk melakukan pengusulan program/kegiatan semata, sementara dalam proses selanjutnya seringkali program kegiatan yang menjadi usulan masyarakat hilang, digantikan dengan program /kegiatan (SKPD) atau program/kegiatan legislatif yang bersifat teknokratis, politis dan Top-Down.

Memang benar, Pemerintah Kabupaten telah melibatkan masyarakat desa melalui forum Musrenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa) yang selanjutnya akan dirumuskan kembali melalui Musrenbang Kecamatan. Akan tetapi hal tersebut hanya sebatas “formalitas” atau sebagai alat legitimasi suatu perencanaan yang melibatkan rakyat. Karena pada umumnya, setelah masuk ke Pemerintah Kabupaten ( Dinas/Satker), aspirasi masyarakat seringkali dipangkas. Bahkan sering diganti dengan proyek hasil perselingkuhan antara anggota DPRD tertentu dengan dengan pihak eksekutif. Akibatnya isi APBD pun lebih banyak kepentingan penguasa daripada kepentingan rakyatnya. Sehingga, meskipun programnya baik tetapi sering tidak ketemu dengan asas manfaat karena tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga sering kita jumpai masyarakat kurang peduli dalam mendukung program ini maupun memeliharanya.

Berdasarkan pengalaman penulis, masyarakat selalu mengeluhkan tentang usulan mereka yang jarang sekali terealisasi dalam APBD, bahkan ada usulan yang setiap tahun mereka usulkan juga tidak kunjung terealisasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Bappeda yang seringkali menerima keluhan dari masyarakat tentang usulan mereka yang tidak pernah terealisasi dalam APBD.

Hal tersebut menunjukkan bahwa penyertaan masyarakat hanya sebatas difungsikan sebagai peredaman dan sama sekali belum nampak usulan dari masyarakat bawah secara substantif. Media peredaman ini nampak sekali saat pada berlangsungnya Musrenbangdes dimana minimnya kepentingan dan kebutuhan rakyat menjadi referensi pembuatan program kerja, karena forum tersebut hanya sebatas media sosialisasi rancangan program pembangunan yang akan dilakukan oleh SKPD, bukan forum musyawarah yang sesungguhnya.

PIK, FDM dan Nota Kesepahaman; Sebagai Suatu Terobosan
Belajar dari pengalaman tersebut, Pemerintah kabupaten sumedang melakukan antisipasi dengan menetapkan Perda no 1 tahun 2007 tentang prosedur perencanaan dan penganggaran daerah di kabupaten Sumedang. Secara substansi Perda ini diharapkan dapat mengurangi permasalahan keterserapan aspirasi sebagai akibat dari kepentingan politik di DPRD.

Salah satu hal yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah munculnya nota kesepakatan tentang Pagu Indikatif Kecamatan (PIK) antara DPRD dan Bupati sebagai pimpinan Eksekutif. Dasar dari lahirnya poin ini menurut salah satu Inisiator Perda tersebut adalah karena diyakini bahwa ketidak-terserapan usulan merupakan akibat dari tidak ada komitmen politik antara eksekutif dan Legislatif terhadap alokasi anggaran yang dimasukan dalam APBD, sehingga penganggaran menjadi semena-mena, disesuaikan dengan kepentingannya masing-masing. Proses politik inilah yang menjadi hambatan. Oleh karena itu, Perda tersebut ingin memberikan jaminan bahwa alokasi anggaran bagi tiap institusi akan diadopsi dalam APBD melalui nota kesepakatan tentang pagu indikatif antara eksekutif dan legislative tersebut.

Inovasi lainnya yang tercantum dalam Perda tersebut adalah lahirnya Forum Delegasi Musrembang (FDM) yang merupakan wadah musyawarah para Delegasi Masyarakat Wilayah Kecamatan yang dibentuk paska penyelenggaraan Musrenbang Kabupaten. FDM berfungsi sebagai media pengawasan masyarakat terhadap proses penyusunan APBD serta implementasi APBD. Dalam kaitannya dengan usulan penganggaran, FDM berfungsi untuk menjamin bahwa setiap usulan hasil musrembang dapat diakomodasi dalam APBD.

Celah-celah kecil: sebuah Indikasi!
Namun, dalam prakteknya penyerapan aspirasi tersebut tidak serta merta berjalan mulus, dari wawancara yang dilakukan penulis dengan Nandang Suherman (CSO Lokal) yang juga sebagai salah satu inisiator Perda tersebut, menyebutkan bahwa masih ada beberapa masalah, salah satunya adalah masih adanya ketidak terserapan usulan program hasil musrembang dalam APBD.

Bahkan Rahmat Juliadi selaku ketua komisi C DPRD Kabupaten Sumedang pernah mengindikasikan kelemahan tersebut, yang diberitakan oleh Koran Sumedang tanggal 6 januari 2010, sebagai berikut : “Sehingga, Perda No.1 tahun 2007 ini menjadi perda yang aspiratif, namun memang dari tataran aplikatifnya selama ini masih perlu dievaluasi,”. Senada dengan itu Nandang Suherman kembali menyatakan dalam Koran dan tanggal yang sama, sebagai berikut : “secara substantif Perda ini sudah bagus, tinggal implementasinya yang harus ditingkatkan”

Masalah lainnya adalah usulan kegiatan yang didanai PIK saat ini masih mendahulukan kepentingan desa-desa, bukan lagi kepentingan kewilayahan kecamatan yang sebetulnya menjadi desain PIK ini. Hal ini diungkapkan juga oleh Herman Suryatman, Kabid Pemsos Bappeda kabupaten Sumedang yang dimuat dalam Koran Sumedang, tanggal 6 Juli 2009, sebagai berikut :
“Perencanaan merupakan langkah awal dalam manajemen pemerintahan. Sehingga, dengan melihat hasil musrenbang tahun 2009 kemarin, khususnya kegiatan yang didanai PIK, belum membidik kepada kepentingan skup Kecamatan, tetapi masih ego kepentingan desa. Sehingga, tahun 2010 nanti tidak ada kompromi lagi, PIK itu harus berdasarkan kepentingan skup Kecamatan dan membidik RPJMD Kabupaten. Agar pembangunan mengarah ke kemajuan, tidak jalan di tempat”

Lebih lanjut lagi, Maman Koswara selaku Koordinator FDM yang diberitakan oleh Koran Sumedang tanggal 12 september 2011 menyatakan bahwa PIK tahun 2012 yang termuat dalam KUA-PPAS tidak sesuai dengan PIK yang terdokumentasikan dalam RKPD sebagai hasil musrembang tahun 2011. Menurutnya :
“jika sampai terjadi kembali rasionalisasi terhadap PIK, maka hal tersebut akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap proses musrenbang yang akan datang. Selain itu terjadinya rasionalisasi menjadi beban tersendiri bagi FDM, selaku media pengawalan terhadap hasil kesepakatan dalam musrenbang”

“FDM, akan segera mempertanyakan kepada TAPD, terkait telah terjadinya rasionalisasi PIK pada rancangan KUA-PPAS tersebut, karena FDM tidak pernah dilibatkan sejak penyusunan RKPD. Padahal berdasarkan Perda No. 1/2007 tentang Sistem Prosedur Perencanaan Daerah Kabupaten Sumedang, FDM dilibatkan sejak penyusunan APBD hingga Implementasinya”

Hak Masyarakat
Apabila mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Nomor Tahun 2004 yang mengatur pengelolaan keuangan Negara dan daerah, Undang- undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 tentang perencanaan dan penganggaran di daerah, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Kemudian Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 4 yang kemudian diganti Permendagri 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Dari uraian diatas, masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD. Artinya mempunyai peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar, menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk merumuskan program-program yang mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya bersumber dari uang rakyat. Karenanya, kepentingan rakyat haruslah menjadi prioritas utama dalam penganggarannya dan tentunya bukan untuk kepentingan elit. Dengan demikian maka pembangunan sebagai continuously process akan dapat berjalan dengan baik serta manfaat pembangunan betul-betul dapat dirasakan masyarakat, jika proses dan hasil-hasil Musrenbang dilakukan secara benar dan direalisasikan dengan benar pula dalam APBD.

Ada beberapa alasan rakyat berhak terlibat dan mendapatkan porsi alokasi anggaran yang rasional dan proposional dari APBD yaitu :
1. Rakyat merupakan penyumbang utama sumber penerimaan dalam APBD melalui pajak dan Retribusi, bahkan sumber penerimaan yang berasal dari hutang pun, kebutuhan rakyat jualah yang dipresentasikan pada pihak ketiga.
2. Sesuai hakekat dan fungsi Anggaran, rakyat merupakan tujuan utama yang akan disejahterakan.
3. Amanah Konstitusi pasal 23 UUD 1945, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Hal ini diperkuat dengan Undang-undang Keuangan Negara dan Permendagri

Berdasarkan hal tersebut, mungkin kita perlu mengkaji kembali efektifitas reform dibidang perencanaan dan penganggaran di kabupaten Sumedang. Betul, kita sepakat bahwa reform di sumedang merupakan bentuk terobosan baru yang layak untuk dicermati. Namun jika masih ada kelemahan yang diindikasikan oleh beberapa narasumber yang saya sebutkan diatas, maka kita harus segera mencari tahu faktualnya untuk kemudia dicarikan solusinya. Go...!

Kecerobohan yang berdampak di pagi ini..

Namanya juga kecerobohan, pasti berdampak terhadap sesuatu. biasanya kecerobohan akibat dari kekurang hati-hatian, sehingga apapun hasil dari kecorobohan itu pada dasarnya konsekwensidari kekurang hati-hatian.

ada rasa kesel pagi ini, ketika membuka tas, berniat mengeluarkan laptop yang artinya juga bersiap-siap untuk memulai hari dengan bekerja. tapi ternyata..laptopku basah!!:(. ah awalnya kupikir ini akibat dari tasku yang mungkin belum kering dijemur setelah sebelumnya dicuci si Emak. eh..setelah dilihat lagi didalam tas waterproof ku itu terdapat genangan air, yang merendam charger laptop, mouse, charger HP, Hardisk External dan BalckBerry hadiah dari istriku tercita.

kesel dan marah sama diri sendiri,,kecerobohan yang sebetulnya tidak perlu terjadi. Gara-gara botol air mineral yang ku masukan kedalam tas backpack, sementara tutupnya tidak terkunci dengan baik. inilah sumber masalahnya, akhirnya aku harus tanggung akibatnya.

sekarang, tinggal deg-deg-an menunggu ujicoba barang-barang elektroniku itu yang masih basah kuyup. semoga tak terjadi kerusakan yang berarti. (berharap :mode :ON)

Ah ini kesalahan dan kecerobohan yang tak perlu terjadi lagi!!

Jumat, 28 Oktober 2011

tentang Public Financial Management dan Wakil Menteri

Ketika UTS kemarin, salah satu pertanyaan yang muncul pada matakuliah "public financial management". Bagaimana pendapat anda tentang reshufle kabinet jilid dua kemarin??

hueeeek pertanyaan apapula ini??ga jelas begini pertanyaannya,. trus apa hubungannya matakuliah ini dengan pertanyaan tersebut??euleuh euleuh..setelah lama..ternyata tiba-tiba kepikiran menyambungkan ekses dari reshufle tersebut terhadap keuangan negara.

kurang lebih jawabanku begini:

Jika ditinjau dari sisi politik, jelas bahwa reshufle kabinet merupakan hak preogratif presiden, terlepas dari pertimbangannya apakah demi kemajuan bangsa ataupun demi pembagian "kue-kue" kekuasaan yang disesuaikan dengan dinamika politik yang sedang terjadi. Kita tahu bersama, bahwa pemilu 2014, jika ditinjau dari mainstream politisi kebanyakan tergolong sebentar lagi. oleh karenanya para politisi sibuk menanamkan fondasi-fondasi politik dan bercocok tanam suara dimana-mana, termasuk melalui politik pencitraan.

Hal ini juga yang mungkin dilakukan oleh SBY, sebagai incumbent. meskipun SBY tidak lagi diperbolehkan untuk maju menjadi presiden (karena sudah 2 periode), tetapi SBY sebagai ketua pembina partai demokrat akan ikut bertanggungjawab dalam memberikan kesempatan kadernya untuk juga memimpin republik ini. Nah dalam konteks inilah reshufle mendapatkan posisi strategisnya.

Pepatah mengatakan " tidak ada yang gratis didunia ini", begitupula jabatan mentri atau setingkatnya menjadi bagian yang tidak gratis. Pembayaran jabatan mentri atau setingkatnya tidak dibaca sebagai uang an-sich, tetapi proses "deal" apapun merupakan bagian dari proses tawar menawar politik. Itulah mungkin enaknya sebagai pemegang kekuasaan. apakah reshufle kabinet akan berdampak pada percepatan pembangunan?? ah itu kan cerita lain lagi.

Nah, jika disambungkan dengan public financial management, tentunya reshufle kali ini akan berdampak pada pengeluaran negara. Kita tahu, bahwa reshufle kali ini, ada yang berbeda dari biasanya, dimana terdapat jabatan wakil menteri yang diangkat oleh presiden. demi hasratnya tersebut, SBY mengubah Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara denganPeraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 yang diteken pada 13 Oktober lalu.

Hal yang paling substansial dari Perpres lama tersebut berada dalam dalam Pasal 70 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 disebutkan, pejabat karier adalah pegawai negeri yang telah menduduki jabatan struktural eselon I-A. Nah di Perpres baru, ketentuan ini di ubah..sehingga orang-orang semacam Deni Indrayana yang bukan berasal dari birokrat, bisa masuk menjabat wakil menteri.

Kembali lagi ke publik financial management (dah terlalu ngawur nih). Jelas penambahan wakil menteri di Kabinet membebani anggaran. Bagaimana tidak, secara sederhana, logika kita bilang bahwa orang yang menduduki jabatan wakil menteri itu harus dibayar (digaji). Padahal sebelumnya ga ada tuh yang namanya gaji wakil menteri. Nah sekarang, gaji itu mesti ada sebagai konsekwensi penambahan struktur dalam kementrian saat ini. Bagaimana tidak membebani anggaran??

Lebih aneh lagi kalau orang kementrian keuangan, yang notabene ahli keuangan bilang bahwa penambahan posisi wakil menteri tidak membebani anggaran. Salah satu yang bilang kayak gitu adalah "KangJeng Tuan Putri nyi" Anny Ratnawaty (wakil Menteri Keuangan)..huh dasar..logika yang dia pake gini katanya: baik kementerian ataupun lembaga tiap tahunnya pasti terdapat anggaran sisa, Anggaran sisa tersebut, nantinya akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan anggaran bagi para wakil menteri baru. Sakit ga tuh orang ini?? saya yakin dia tidak bodoh, tetapi sedang berupaya mereka kata-kata..dikiranya kita bisa dibodohi :)

Terlepas dari uang itu sisa atau bukan, uang sisa atau yang lebih dikenal dengan SILPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) adalah duit yang harus kembali ke negara, diolah lagi oleh negara melalui siklus perencanaan anggaran. SILPA ini buka anggaran yang tidak jelas kepemilikannya, atau uang yang nganggur terus bingung mau diapain. Jelas, anggaran sisa yang dia maksud sebetulnya bisa digunakan untuk membiayai kepentingan publik. Ingat, anggaran sisa, adalah anggaran negara, berarti juga anggaran milik publik.

Saya tidak ingin memperdebatkan apakah penambahan wakil menteri ini akan memberikan manfaat untuk publik atau tidak. Sudahlah itu mah urusan Si BoYo saja!. Yang ingin saya luruskan bahwa anggaran apapun yang digunakan untuk gaji menteri pasti menggunakan anggaran negara, terlepas dari sisa atau bukan.

Kita jangan mau dibodohi oleh para pejabat yang suka memelintir atau membodohi rakyat. Yang saya inginkan adalah mereka jujur, bahwa jelas uang negara akan digunakan untuk gaji mereka. Jujur saja, apalagi kalau seandainya mereka mampu membandingkan antara pengeluaran negara untuk gaji mereka dengan keuntungan negara/rakyat yang jauh lebih besar karena mempekerjakan mereka sebagai wakil menteri. Tampaknya lebih elok dan elegan, itu saja!


Kamis, 13 Oktober 2011

Tentang Kuliah : " membuat bubur menjadi enak"

Kalo mengingat kuliah, ah rasanya semuanya hanya sia-sia..membuang energi, biaya dan juga waktu yang luar biasa. Tidak berarti bahwa saya tidak suka menuntut ilmu, justru itu, pilihanku untuk kuliah lagi dengan segala pengorbanannya, adalah karena punya keinginan untuk nambah pinter..ter..biar ga bodoh atau dibodohin orang yang lebih pinter tapi berwatak jahat..(serius banget!)

Kebayang hari jumat dan sabtu, saya harus menyempatkan untuk kuliah..ya niatnya untuk nambah ilmu. artinya juga bahwa hari sabtu, saya ga bisa ketemu dengan keluarga tercinta. wajarlah kalo senin-jumat ga bisa ketemu karena hari kerja (maklum nuju buburuh dibandung, sementara keluarga ada di Bogor). dah jelaslah kalo masalah biayamah, tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan setiap semesternya. ditambah lagi dengan tugas-tugas yang numpuk (maklum kerjaan dosen kan ngasih tugas ke mahasiswanya), tugas urusan kantor aja numpuk, apalagi ditambah tugas kuliah..ahhhh begitulah pengorbanan.

Tapi ternyata, setelah hampir 1,5 tahun kuliah..ga tahu ilmu apa yang sudah saya kuasai. hanya teori-teori yang mungkin cukup dengan baca buku saja tanpa harus kuliah..(wewww). atau setidaknya pandangan-pandangan dosen terhadap teori itu yang justru akan menarik, bukan sekedar menyampaikan teori tersebut tanpa mengulasnya dengan metode yang canggih. Ingin rasanya ketika mengikuti kuliah, saya merasa excited atau bahkan tercengang dan terkagum-kagum dengan tema yang sedang disampaikan. tetapi ternyata, Tidak terjadi!!

Ada yang bilang, "pinternamah engke lamun geus lulus, lain ayeuna". yaaa semoga saja. tapi justru saya kepingin pinter mulai dari sekarang, bukan nanti. sekarang pinter sampai nanti..gitu harapannya, makanya ikut kuliah sekarang!

Tapi apalah mau dikata, kata Orang " nasi sudah jadi bubur, saatnya bagaimana membuat bubur tersebut menjadi enak untuk dimakan". akhirnya pilihanku cuma satu, ya menjalani kuliah ini (meskipun berat rasanya) hingga lulus dan punya gelar (meskipun mungkin hanya sekedar gelar saja yang didapat). terlalu banyak pengorbanan memang, dan justru itu saya harus menyelesaikannya secepat mungkin.

Thesis
Tiga gilirannya masalah Thesis. Tanpa diduga hampir semua temen2 kampusku saat ini sudah menyiapkan usulan penelitian untuk thesis mereka. waaaawwww mencengangkan..begitu cepatnya mereka mampu menyelesaikannya. sementara saya??saya masih berjibaku dengan urusan kantor yang kian padat dan repot.

Sedikit-sedikit memang ku kerjakan juga UP itu..tapi sejujurnya selain karena malas (bukan alasan utama), masalah terbesarku adalah ya tugas-tugas kantor itu. tapi ya susahlah..sekarang fokus..fokusssssssssss...!!!! harus diusahakan bagaimana membuat bubur itu jadi enak!!

Insyaallah besok mulai bimbingan UP.. saya sangat sadar masih banyak kekurangannya di rancangan UP yang telah kususun itu, tapi ga apalah, yang penting bimbingan dulu. semoga dengan begitu termotivasi dengan koreksi-koreksi atau saran-saran dari dosen pembimbingku.

Selasa, 11 Oktober 2011

Jakarta again..and again

Beberapa bulan terakhir, sepertinya jakarta adalah daerah yang paling sering didatengi. hampir tiap minggu, tiba-tiba bos bilang: "ikbal, besok ke jakarta ya...!" atau "ikbal ada undangan meeting di jakarta" atau bahkan hanya dengan menyampaikan undangan dari pihak lain yang tak bisa kutolak untuk menghadirinya.

Tidak bermaksud ngeluh tentunya, hanya sekedar pengen nulis aja. hari inipun aku mesti ke jakarta bersama 2 orang temanku yang lain. hmmm...sebetulny ada rasa males untuk ke jakarta kali ini..karena kami memprediksi suasana pertemuan yang mulai membuat kami jenuh.; itu lagi..itu lagi. memang kalo dipikir lagi, pertemuan itu adalah bagian dari kewajiban kami yang harus diselesaikan. tapi ntahlah kapankan ini akan berakhir??

Pengen banget rasanya tidak membahas urusan "itu" lagi. tapi disisi lain kami pun tahu bahwa pembahasan masalah tersebut tak akan pernah selesai sebelum urusannya tuntas. membayangkan 1 pekerjaan besar lagi dalam urusan yang sama beberapa minggu kedepan. mesti pergi ke luar pulau juga untuk menyelesaikannya. Ditambah pekerjaan pasca kepulangan dari lapangan, yang sepertinya ga akan jauh beda dari kondisi saat ini.

Kata orang bijak, hidup harus dinikmati!. Oow...i see..oke deh..dinikmati aja. plus berharap Allah senantiasa memberikan kemudahan dalam segala urusan ini.

tet tet..tet..waahh..klakson dah berbunyi..tanda pak Udin (sopir) dah siap mengantar ke Jakarta. oke deh..siapppp berangkaaaaaat!!