Senin, 31 Oktober 2011

EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH NO 1 TAHUN 2007 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG

Konteks
Esensi pembangunan adalah keseluruhan aktivitas yang berjalan simultan, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi guna mencapai tujuan ke arah perubahan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Seluruh aktivitas tersebut didukung oleh kebijakan pembangunan, sehingga menjadi pedoman yang representatif dalam meningkatkan nilai tambah dalam upaya pencapaian perubahan tersebut. Dalam prosesnya, kebijakan pembangunan perlu senantiasa melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi sehingga arah kebijakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena hakikatnya pembangunan adalah upaya dalam mencapai kesejahteraan masyarakat

Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Senada dengan itu, Chambers (2002) dalam Mikkelsen(2005), menyatakan bahwa Peran serta masyarakat dalam pembangunan saat ini sangat berguna karena diharapkan pembangunan tidak hanya oleh pemerintah saja namun masyarat sebagai penggunapun diharapkan mampu berperan serta aktif, seperti bentuk semu, praktik kerjasama dan proses pemberdayaan.

Salah satu aspek yang penting dalam pembangunan adalah penganggaran. Baik ditingkat pusat maupun daerah, kebijakan anggaran merupakan bentuk akhir dari kebijakan pembangunan. Oleh karena itu idealnya anggaran pembangunan selalu berbanding lurus dengan kebijakan pembangunan itu sendiri.

Proses penganggaran saat ini pada hakikatnya telah mengadopsi model top-down, baik di pusat maupun daerah. Khususnya di Daerah, keterlibatan masyarakat dalam proses anggaran menjadi bagian yang penting untuk menciptakan sinergi antara kebijakan pembangunan daerah yang diwujudkan melalui anggaran (APBD) dengan kebutuhan nyata yang dihadapi masyarakat.

Paradigma Otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan anggaran (Sopanah, 2004). Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam anggaran adalah proses penyusunan anggaran daerah melalui Musyawarah Pembangunan Daerah.

Masalah Umum Perencanaan dan Penganggaran
Secara khusus, partisipasi masyarakat dalam musrembang telah diatur dalam Undang-undang nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang secara teknis pelaksanaannya diatur melalui SEB Meneg Bappenas dan Mendagri tentang Petunjuk Teknis penyelenggaraan Musrembang yang diterbitkan setiap tahun. Musrembang berfungsi sebagai forum untuk menghasilkan kesepakatan antar pelaku pembangunan yang menitik beratkan pada pembahasan untuk sinkronisasi rencana kegiatan antar Pemerintah dan Masyarakat dalam mencapai tujuan pembangunan daerah.

Fakta di lapangan berdasarkan pengamatan penulis, partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan masih sangat kecil. Hal ini dianggap sebagai akibat dari apatisme masyarakat terhadap pelaksanaan musrembang itu sendiri. musrembang masih dianggap sebagai acara rutin tahunan yang lebih bersifat formalitas, karena Musrembang baik di tingkat desa ataupun kecamatan hanya berfungsi sebagai forum untuk melakukan pengusulan program/kegiatan semata, sementara dalam proses selanjutnya seringkali program kegiatan yang menjadi usulan masyarakat hilang, digantikan dengan program /kegiatan (SKPD) atau program/kegiatan legislatif yang bersifat teknokratis, politis dan Top-Down.

Memang benar, Pemerintah Kabupaten telah melibatkan masyarakat desa melalui forum Musrenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa) yang selanjutnya akan dirumuskan kembali melalui Musrenbang Kecamatan. Akan tetapi hal tersebut hanya sebatas “formalitas” atau sebagai alat legitimasi suatu perencanaan yang melibatkan rakyat. Karena pada umumnya, setelah masuk ke Pemerintah Kabupaten ( Dinas/Satker), aspirasi masyarakat seringkali dipangkas. Bahkan sering diganti dengan proyek hasil perselingkuhan antara anggota DPRD tertentu dengan dengan pihak eksekutif. Akibatnya isi APBD pun lebih banyak kepentingan penguasa daripada kepentingan rakyatnya. Sehingga, meskipun programnya baik tetapi sering tidak ketemu dengan asas manfaat karena tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga sering kita jumpai masyarakat kurang peduli dalam mendukung program ini maupun memeliharanya.

Berdasarkan pengalaman penulis, masyarakat selalu mengeluhkan tentang usulan mereka yang jarang sekali terealisasi dalam APBD, bahkan ada usulan yang setiap tahun mereka usulkan juga tidak kunjung terealisasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Bappeda yang seringkali menerima keluhan dari masyarakat tentang usulan mereka yang tidak pernah terealisasi dalam APBD.

Hal tersebut menunjukkan bahwa penyertaan masyarakat hanya sebatas difungsikan sebagai peredaman dan sama sekali belum nampak usulan dari masyarakat bawah secara substantif. Media peredaman ini nampak sekali saat pada berlangsungnya Musrenbangdes dimana minimnya kepentingan dan kebutuhan rakyat menjadi referensi pembuatan program kerja, karena forum tersebut hanya sebatas media sosialisasi rancangan program pembangunan yang akan dilakukan oleh SKPD, bukan forum musyawarah yang sesungguhnya.

PIK, FDM dan Nota Kesepahaman; Sebagai Suatu Terobosan
Belajar dari pengalaman tersebut, Pemerintah kabupaten sumedang melakukan antisipasi dengan menetapkan Perda no 1 tahun 2007 tentang prosedur perencanaan dan penganggaran daerah di kabupaten Sumedang. Secara substansi Perda ini diharapkan dapat mengurangi permasalahan keterserapan aspirasi sebagai akibat dari kepentingan politik di DPRD.

Salah satu hal yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah munculnya nota kesepakatan tentang Pagu Indikatif Kecamatan (PIK) antara DPRD dan Bupati sebagai pimpinan Eksekutif. Dasar dari lahirnya poin ini menurut salah satu Inisiator Perda tersebut adalah karena diyakini bahwa ketidak-terserapan usulan merupakan akibat dari tidak ada komitmen politik antara eksekutif dan Legislatif terhadap alokasi anggaran yang dimasukan dalam APBD, sehingga penganggaran menjadi semena-mena, disesuaikan dengan kepentingannya masing-masing. Proses politik inilah yang menjadi hambatan. Oleh karena itu, Perda tersebut ingin memberikan jaminan bahwa alokasi anggaran bagi tiap institusi akan diadopsi dalam APBD melalui nota kesepakatan tentang pagu indikatif antara eksekutif dan legislative tersebut.

Inovasi lainnya yang tercantum dalam Perda tersebut adalah lahirnya Forum Delegasi Musrembang (FDM) yang merupakan wadah musyawarah para Delegasi Masyarakat Wilayah Kecamatan yang dibentuk paska penyelenggaraan Musrenbang Kabupaten. FDM berfungsi sebagai media pengawasan masyarakat terhadap proses penyusunan APBD serta implementasi APBD. Dalam kaitannya dengan usulan penganggaran, FDM berfungsi untuk menjamin bahwa setiap usulan hasil musrembang dapat diakomodasi dalam APBD.

Celah-celah kecil: sebuah Indikasi!
Namun, dalam prakteknya penyerapan aspirasi tersebut tidak serta merta berjalan mulus, dari wawancara yang dilakukan penulis dengan Nandang Suherman (CSO Lokal) yang juga sebagai salah satu inisiator Perda tersebut, menyebutkan bahwa masih ada beberapa masalah, salah satunya adalah masih adanya ketidak terserapan usulan program hasil musrembang dalam APBD.

Bahkan Rahmat Juliadi selaku ketua komisi C DPRD Kabupaten Sumedang pernah mengindikasikan kelemahan tersebut, yang diberitakan oleh Koran Sumedang tanggal 6 januari 2010, sebagai berikut : “Sehingga, Perda No.1 tahun 2007 ini menjadi perda yang aspiratif, namun memang dari tataran aplikatifnya selama ini masih perlu dievaluasi,”. Senada dengan itu Nandang Suherman kembali menyatakan dalam Koran dan tanggal yang sama, sebagai berikut : “secara substantif Perda ini sudah bagus, tinggal implementasinya yang harus ditingkatkan”

Masalah lainnya adalah usulan kegiatan yang didanai PIK saat ini masih mendahulukan kepentingan desa-desa, bukan lagi kepentingan kewilayahan kecamatan yang sebetulnya menjadi desain PIK ini. Hal ini diungkapkan juga oleh Herman Suryatman, Kabid Pemsos Bappeda kabupaten Sumedang yang dimuat dalam Koran Sumedang, tanggal 6 Juli 2009, sebagai berikut :
“Perencanaan merupakan langkah awal dalam manajemen pemerintahan. Sehingga, dengan melihat hasil musrenbang tahun 2009 kemarin, khususnya kegiatan yang didanai PIK, belum membidik kepada kepentingan skup Kecamatan, tetapi masih ego kepentingan desa. Sehingga, tahun 2010 nanti tidak ada kompromi lagi, PIK itu harus berdasarkan kepentingan skup Kecamatan dan membidik RPJMD Kabupaten. Agar pembangunan mengarah ke kemajuan, tidak jalan di tempat”

Lebih lanjut lagi, Maman Koswara selaku Koordinator FDM yang diberitakan oleh Koran Sumedang tanggal 12 september 2011 menyatakan bahwa PIK tahun 2012 yang termuat dalam KUA-PPAS tidak sesuai dengan PIK yang terdokumentasikan dalam RKPD sebagai hasil musrembang tahun 2011. Menurutnya :
“jika sampai terjadi kembali rasionalisasi terhadap PIK, maka hal tersebut akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap proses musrenbang yang akan datang. Selain itu terjadinya rasionalisasi menjadi beban tersendiri bagi FDM, selaku media pengawalan terhadap hasil kesepakatan dalam musrenbang”

“FDM, akan segera mempertanyakan kepada TAPD, terkait telah terjadinya rasionalisasi PIK pada rancangan KUA-PPAS tersebut, karena FDM tidak pernah dilibatkan sejak penyusunan RKPD. Padahal berdasarkan Perda No. 1/2007 tentang Sistem Prosedur Perencanaan Daerah Kabupaten Sumedang, FDM dilibatkan sejak penyusunan APBD hingga Implementasinya”

Hak Masyarakat
Apabila mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Nomor Tahun 2004 yang mengatur pengelolaan keuangan Negara dan daerah, Undang- undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 tentang perencanaan dan penganggaran di daerah, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Kemudian Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 4 yang kemudian diganti Permendagri 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Dari uraian diatas, masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD. Artinya mempunyai peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar, menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk merumuskan program-program yang mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya bersumber dari uang rakyat. Karenanya, kepentingan rakyat haruslah menjadi prioritas utama dalam penganggarannya dan tentunya bukan untuk kepentingan elit. Dengan demikian maka pembangunan sebagai continuously process akan dapat berjalan dengan baik serta manfaat pembangunan betul-betul dapat dirasakan masyarakat, jika proses dan hasil-hasil Musrenbang dilakukan secara benar dan direalisasikan dengan benar pula dalam APBD.

Ada beberapa alasan rakyat berhak terlibat dan mendapatkan porsi alokasi anggaran yang rasional dan proposional dari APBD yaitu :
1. Rakyat merupakan penyumbang utama sumber penerimaan dalam APBD melalui pajak dan Retribusi, bahkan sumber penerimaan yang berasal dari hutang pun, kebutuhan rakyat jualah yang dipresentasikan pada pihak ketiga.
2. Sesuai hakekat dan fungsi Anggaran, rakyat merupakan tujuan utama yang akan disejahterakan.
3. Amanah Konstitusi pasal 23 UUD 1945, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Hal ini diperkuat dengan Undang-undang Keuangan Negara dan Permendagri

Berdasarkan hal tersebut, mungkin kita perlu mengkaji kembali efektifitas reform dibidang perencanaan dan penganggaran di kabupaten Sumedang. Betul, kita sepakat bahwa reform di sumedang merupakan bentuk terobosan baru yang layak untuk dicermati. Namun jika masih ada kelemahan yang diindikasikan oleh beberapa narasumber yang saya sebutkan diatas, maka kita harus segera mencari tahu faktualnya untuk kemudia dicarikan solusinya. Go...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke blog ini. komentar, kritik, saran, atau apapun dipersilahkan..