Jumat, 28 Oktober 2011

tentang Public Financial Management dan Wakil Menteri

Ketika UTS kemarin, salah satu pertanyaan yang muncul pada matakuliah "public financial management". Bagaimana pendapat anda tentang reshufle kabinet jilid dua kemarin??

hueeeek pertanyaan apapula ini??ga jelas begini pertanyaannya,. trus apa hubungannya matakuliah ini dengan pertanyaan tersebut??euleuh euleuh..setelah lama..ternyata tiba-tiba kepikiran menyambungkan ekses dari reshufle tersebut terhadap keuangan negara.

kurang lebih jawabanku begini:

Jika ditinjau dari sisi politik, jelas bahwa reshufle kabinet merupakan hak preogratif presiden, terlepas dari pertimbangannya apakah demi kemajuan bangsa ataupun demi pembagian "kue-kue" kekuasaan yang disesuaikan dengan dinamika politik yang sedang terjadi. Kita tahu bersama, bahwa pemilu 2014, jika ditinjau dari mainstream politisi kebanyakan tergolong sebentar lagi. oleh karenanya para politisi sibuk menanamkan fondasi-fondasi politik dan bercocok tanam suara dimana-mana, termasuk melalui politik pencitraan.

Hal ini juga yang mungkin dilakukan oleh SBY, sebagai incumbent. meskipun SBY tidak lagi diperbolehkan untuk maju menjadi presiden (karena sudah 2 periode), tetapi SBY sebagai ketua pembina partai demokrat akan ikut bertanggungjawab dalam memberikan kesempatan kadernya untuk juga memimpin republik ini. Nah dalam konteks inilah reshufle mendapatkan posisi strategisnya.

Pepatah mengatakan " tidak ada yang gratis didunia ini", begitupula jabatan mentri atau setingkatnya menjadi bagian yang tidak gratis. Pembayaran jabatan mentri atau setingkatnya tidak dibaca sebagai uang an-sich, tetapi proses "deal" apapun merupakan bagian dari proses tawar menawar politik. Itulah mungkin enaknya sebagai pemegang kekuasaan. apakah reshufle kabinet akan berdampak pada percepatan pembangunan?? ah itu kan cerita lain lagi.

Nah, jika disambungkan dengan public financial management, tentunya reshufle kali ini akan berdampak pada pengeluaran negara. Kita tahu, bahwa reshufle kali ini, ada yang berbeda dari biasanya, dimana terdapat jabatan wakil menteri yang diangkat oleh presiden. demi hasratnya tersebut, SBY mengubah Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara denganPeraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 yang diteken pada 13 Oktober lalu.

Hal yang paling substansial dari Perpres lama tersebut berada dalam dalam Pasal 70 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 disebutkan, pejabat karier adalah pegawai negeri yang telah menduduki jabatan struktural eselon I-A. Nah di Perpres baru, ketentuan ini di ubah..sehingga orang-orang semacam Deni Indrayana yang bukan berasal dari birokrat, bisa masuk menjabat wakil menteri.

Kembali lagi ke publik financial management (dah terlalu ngawur nih). Jelas penambahan wakil menteri di Kabinet membebani anggaran. Bagaimana tidak, secara sederhana, logika kita bilang bahwa orang yang menduduki jabatan wakil menteri itu harus dibayar (digaji). Padahal sebelumnya ga ada tuh yang namanya gaji wakil menteri. Nah sekarang, gaji itu mesti ada sebagai konsekwensi penambahan struktur dalam kementrian saat ini. Bagaimana tidak membebani anggaran??

Lebih aneh lagi kalau orang kementrian keuangan, yang notabene ahli keuangan bilang bahwa penambahan posisi wakil menteri tidak membebani anggaran. Salah satu yang bilang kayak gitu adalah "KangJeng Tuan Putri nyi" Anny Ratnawaty (wakil Menteri Keuangan)..huh dasar..logika yang dia pake gini katanya: baik kementerian ataupun lembaga tiap tahunnya pasti terdapat anggaran sisa, Anggaran sisa tersebut, nantinya akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan anggaran bagi para wakil menteri baru. Sakit ga tuh orang ini?? saya yakin dia tidak bodoh, tetapi sedang berupaya mereka kata-kata..dikiranya kita bisa dibodohi :)

Terlepas dari uang itu sisa atau bukan, uang sisa atau yang lebih dikenal dengan SILPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) adalah duit yang harus kembali ke negara, diolah lagi oleh negara melalui siklus perencanaan anggaran. SILPA ini buka anggaran yang tidak jelas kepemilikannya, atau uang yang nganggur terus bingung mau diapain. Jelas, anggaran sisa yang dia maksud sebetulnya bisa digunakan untuk membiayai kepentingan publik. Ingat, anggaran sisa, adalah anggaran negara, berarti juga anggaran milik publik.

Saya tidak ingin memperdebatkan apakah penambahan wakil menteri ini akan memberikan manfaat untuk publik atau tidak. Sudahlah itu mah urusan Si BoYo saja!. Yang ingin saya luruskan bahwa anggaran apapun yang digunakan untuk gaji menteri pasti menggunakan anggaran negara, terlepas dari sisa atau bukan.

Kita jangan mau dibodohi oleh para pejabat yang suka memelintir atau membodohi rakyat. Yang saya inginkan adalah mereka jujur, bahwa jelas uang negara akan digunakan untuk gaji mereka. Jujur saja, apalagi kalau seandainya mereka mampu membandingkan antara pengeluaran negara untuk gaji mereka dengan keuntungan negara/rakyat yang jauh lebih besar karena mempekerjakan mereka sebagai wakil menteri. Tampaknya lebih elok dan elegan, itu saja!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke blog ini. komentar, kritik, saran, atau apapun dipersilahkan..