Rabu, 03 Agustus 2011

Menggapai Kemandirian dan Memandirikan Orang Lain..

Menggapai kemandirian dan memandirikan orang lain..Impenanku..(meminjam tagline blog istri)...iya memang sejak lama sekali kami punya cita2 untuk mencapai kemandirian yang bertujuan untuk mencapai derajat sebagai manusia yang berdaulat baik dari segi materil, politik dan budaya tentunya. Selain itu juga untuk memberdayakan sesama, sehingga mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Kadang Dependensi atau kebergantungan merupakan penyakit parah yang merusak kemerdekaan kita. Dalam konteks bekerja pun segalanya diatur,,dan dalam hal ini saya tidak keberatan asalkan berlandaskan hubungan kemitraan. jadi aturan yang dibangun merupakan aturan yang mengikuti prinsip2 keadilan, yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Istilah Bos dengan Anakbuah, tentunya akan tetap ada, karena merupakan bagian dari hukum alam yang tak mungkin hilang. Namun keberadaan istilah tersebut hanya menerangkan tatus hubungan kerja saja, tetapi tidak berpengaruh terhadap hubungan kerjanya itu sendiri. perbedaan yang paling mendasar dari kedua istilah itu hanyalah tugas dan fungsinya saja. everything based on Rule!!

Namun kenyataannya, kekuasaan seringkali dimanfaatkan oleh pihak2 yang berkuasa untuk berlaku sewenang-wenang. kekuasaan menjadi alat bagi Bos untuk menindas dan mendzolimi anak buahnya. Disisi lain anak buahpun tak punya daya tawar lebih, selain mengikuti setiap kebijakan dzolim dari sang Bos..karena jika tidak, tentunya status"non Job" akan segera disandangnya.

Inilah sumber masalahnya. Karyawan tidak punya daya tawar, karena sadar seolah-olah "hidup matinya kini bergantung pada Bos, bukan lagi pada Tuhan". Disisi lain, bos memiliki kekuasaan melebihi batas-batas hak asasi karyawan. ketidaksetaraan adalah masalahnya.

Mungkin itulah penyebabnya, sejarah menggoreskan tintanya bahwa pemerintah semestinya melakukan intervensi. Haram hukumnya bagi pemerintah untuk tinggal diam, melihat ketidak adilan warganya yang ditindas oleh warga lainnya, meskipun konteksnya hubungan bisnis. Tugas pemerintah mensejahterakan seluruh anak bangsa, bukan sekelompok saja.

Pada dasarnya, mungkin pemerintah ini sudah melakukan pengaturan, salah satunya UU ketenagakerjaan. Hanya saja sayang sekali implementasi dari berbagai peraturan tersebut tidak semulus ide-ide yang dituangkan dalam peraturan-peraturan tersebut. masih banyak ruang yang tidak bisa dimasuki oleh peraturan tersebut, misalnya sektor privat formal yang berbadan usaha, namun secara de facto, kepemilikannya berada pada perorangan atau keluarga. maka aturan yang digunakanpun seenaknya pemilik. Masalah neraca, pajak, THR dll mah hanya diatas kertas, yang sangat dengan mudah untuk dimanipulasi. Apakah pemerintah tidak tahu realitas yang seperti itu??atau mungkin pura2 tidak tahu?

Akibatnya, -seperti yang telah dikemukakan diatas- karyawan betul2 hanya merupakan mesin-mesin produksi yang bebas diperlakukan pemiliknya. Pemilik boleh mempekerjakan 24 jam non stop tanpa perawatan yang berarti. Karyawan model begini, bagi saya tidak lagi pantas menyandang status karyawan, lebih condong berstatus "babu" atau PRT di sektor informal. kesetiaan babu hanya terletak pada majikan, sementara kesetiaan karyawan terletak pada institusi dan profesionalismenya.

Saatnya kita, saya dan kita semua mewudujkan kemandirian, bukan hanya untuk kita sendiri, tetapi juga untuk sesama..berdayalah, maka kita sejahtera bersama!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke blog ini. komentar, kritik, saran, atau apapun dipersilahkan..